Sunday, February 27, 2011

Ngentotin Meki Eva Daun Mudaku

Aku tinggal kos dengan sebuah keluarga, memiliki dua orang anak. Yang sulung berusia 15 tahun laki-laki, yang nomor dua berusia 13 tahun, perempuan dan yang kecil berusia 11 tahun perempuan.
Aku mau menceritakan kisahku yang sebenarnya pada Eva anak perempuan berusia 11 tahun itu. Dia duduk di kelas 5 SD. Centil dan sangat grusah-grusuh, tapi baik hati. Dia suka membawakan makanan kecil dan mau disuruh membelikan rokok serta membelikan gorengan untuk cemilan sore. Selalu saja dia mendapatkan bagian dari cemilan. itu. Saat aku tidur sore, dia suka membanguni aku, agar cepat mandi, karena sudah sore. Tak lupa setelah itu dia membawakan PR-nya untuk kami kerjakan bersama. Tentu saja aku suka, karean Eva memang anak yang baik, bersih, berkulit putih. Ayah ibunya sangat senang, karean aku suka mengajarinya menyanyi oleh vocal. Sebagai mahasiswa Fakultas Kesenian jurusan etnomusikologi, aku juga senang memainkan gitar klasikku. Terkadang dari seberang kamarku, ibu Eva suka mengikuti nyanyianku. Apalagi kalau aku memetik gitarku dengan lagu-lagu nostalgia seperti Love Sotery atau send me the pillow.

Sore itu, aku gerah sekali. Aku mengenakan kain sarung. Biasa itu aku lakukan untuk mengusir rasa gerah. Semua keluarga tau itu. Kali ini seperti biasanya aku mengenakan kain sarung tanpa baju seperti biasanya, hanya saja kali ini aku tidak mengenakan CD.

"Wandy (nama samaran)...ibu pergi dulu ya. Temani Eva, ya," ibu kosku setengah berteriak dari ruang tamu.
"Ok...bu!"jawabku singkat. Aku duduk di tempat tidurku sembari membaca novel Pramoedya Ananta Toer. AKu mendengar suara pintu tertutup dan Eva menguncinya. Tak lama Eva datang ke kamarku. Dia hanya memakai mini shirt. Mungkin karena gerah juga. Terlihat jelas olehku, teteknya yang mungil baru tumbuh membayang. Pentilnya yang aku rasa baru sebesar beras menyembul dari balik mini shirt itu. Eva baru saja mandi. Memakai celana hotpant. Entah kenapa, tiba-tiba burungku menggeliat. Saat Eva mendekatiku, langsung dia kupeluk dan kucium pipinya. Mencium pipinya, sudah menjadi hal yang biasa. Di depan ibu dan ayahnya, aku sudah beberapa kali mencium pipinya, terkadang mencubit pipi montok putih mulus itu.

Eva pun kupangku. Kupeluk dengan nafsu. Dia diam saja, karen tak tau apa yang bakal terjadi. Setelah puas mencium kedua pipinya, kini kucium bibirnya. Bibir bagian bawah yang tipis itu kusedot perlahan sekali dengan lembut. Eva menatapku dalam diam. Aku tersenyum dan Eva membalas senyumku. Eva berontak saat lidahku memasuki mulutnya. Tapi aku tetap mengelus-elus rambutnya.
"Ulurkan lidahmu, nanti kamu akan tau, betapa enaknya," kataku berusaha menggunakan bahasa anak-anak.
"Ah...jijik,"katanya. Aku terus merayunya dengan lembut. Akhirnya Eva menurutinya. Aku mengulum bibirnya dengan lembut. Sebaliknya kuajari dia mkenyedot-nyedot lidahku. Sebelumnya aku mengatakan, kalau aku sudah sikat gigi.
"Bagaimana, enak kan?" kataku. Eva diam saja. Aku berjanji akan memberikan yang lebih nikmat lagi. Eva mengangukkan kepalanya. Dia mau yang lebih nikmat lagi. Dengan pelan kubuka minishirt-nya.
"Malu dong, kak?" katanya. Aku meyakinkannya, kalau kami hanya berdua di rumah dan tak akan ada yang melihat. Aku bujuk dia kalau kalau mau tau rasa enak dan nanti akan kubawa jajan. Bujukanku mengena. Perlahan kubuka mini shirt-nya. Bul....buah dadanya yang baru tumbuh itu menyembul. Benar saja, pentilnya masih sebesar beras. Dengan lembut dan sangat hati-hati, kujilati teteknya itu. Lidahku bermain di pentil teteknya. Kiri dan kanan. Kulihat Eva mulai kegelian.
"Bagaimana...enakkan? Mau diterusin atau stop aja?" tanyaku. Eva hanya tersenyum saja.
Kuturunkan dia dari pangkuanku. Lalu kuminta dia bertelanjang. Mulanya dia menolak, tapi aku terus membujuknya dan akupun melepaskan kain sarungku, hingga aku lebih dulu telanjang. Perlahan kubuka celana pendeknya dan kolornya. Lalu dia kupangku lagi. Kini belahan paginanya kurapatkan ke burungku yang sudah berdiri tegak bagai tiang bendera. Tubuhnya yang mungil menempel di tubuhku. Kami berpelukan dan bergantian menyedot bibir dan lidah. Dengan cepat sekali Eva dapat mempelajari apa yang kusarankan. Dia benar-benar menikmati jilatanku pada teteknya yang mungil itu.

"Eva mau lebih enak lagi enggak?" tanyaku. Lagi-lagi Eva diam. Kutidurkan dia di atas tempat tidurku. Lalu kukangkangkan kedua pahanya. Pagina mulus tanpa bulu dan bibir itu, begitu indahnya. Mulai kujilati paginanya. Dengan lidah secara lembut kuarahkan lidahku pada klitorisnya. Naik-turun, naik-turun. Kulihat Eva memejamkan matanya.

"Bagaimana, nikmat?" tanyaku. Lagi-lagi Eva yang suka grusah grusuh itu diam saja. Kulanjutkan menjilati Vaginanya. Aku belum sampai hati merusak perawannya. Dia harus tetap perawan, pikirku. Eva pun menggelinjang. Tiba-tiba dia minta berhenti. Saat aku memberhentikannya, dia dengan cepat berlari ke kamar mandi. Aku mendengar suara, Eva sedang kencing. Aku mengerti, kalau Eva masih kecil. Setelah dia cebok, dia kembali lagi ke kamarku.

Eva meminta lagi, agar teteknya dijilati. Nanti kalau sudah tetek di jilati, memeng Eva jilati lagi ya Kak? katanya. Aku tersenyum. Dia sudah dapat rasa nikmat pikirku. Aku mengangguk. Setelah dia kurebahkan kembali di tempat tidur, kukangkangkan kedua pahanya. Kini burungku kugesek-gesekkan ke paginanya. Kucari klitorisnya. Pada klitoris itulah kepala burungku kugesek-gesekkan. Aku sengaja memegang burungku, agar tak sampai merusak Eva. Sementara lidahku, terus menjilati puting teteknya. Aku merasa tak puas. Walaupun aku laki-laki, aku selalu menyediakan lotion di kamarku, kalau hari panas lotion itu mampu mengghilangkan kegerahan pada kulitku. Dengan cepat lotion itu kuolesi pada bv\urungku. Lalu kuolesi pula pada pagina Eva dan selangkangannya. Kini Eva kembali kupangku.

Paginanya yang sudah licin dan burungku yang sudah licin, berlaga. Kugesek-gesek. Pantatnya yang mungil kumaju-mundurkan. Tangan kananku berada di pantatnya agar mudah memaju-mundurkannya. Sebelah lagi tanganku memeluk tubuhnya. Dadanya yang ditumbuhi tetek munguil itu merapat ke perutku. Aku tertunduk untuk menjilati lehernya. Rasa licin akibat lotion membuat Eva semakin kuat memeluk leherku. Aku juga memeluknya erat. Kini bungkahan lahar mau meletus dari burungku. Dengan cepat kuarahkan kepala burungku ke lubang paginanya. Setelah menempel dengan cepat tanganku mengocok burung yang tegang itu. Dan crooot...crooot...crooot. Spermaku keluar. Aku yakin, dia sperma itu akan muncrat di lubang pagina Eva. Kini tubuh Eva kudekap kuat. Eva membalas dekapanku. Nafasnya semakin tak teratur.

"Ah...kak, Eva mau pipis nih," katanya.
"Pipis saja," kataku sembari memeluknya semakin erat. Eva membalas pelukanku lebih erat lagi. Kedua kakinya menjepit pinggangku, kuat sekali. Aku membiarkannya memperlakukan aku demikian. Tak lama. Perlahan-lahan jepitan kedua aki Eva melemas. Rangkulannya pada leherku, juga melemas. Dengan kasih sayang, aku mencium pipinya. Kugendong dia ke kamar mandi. Aku tak melihat ada sperma di selangkangannya. Mungkinkah spermaku memasuki paginanya? Aku tak perduli, karean aku tau Eva belum haid.
Kupakaikan pakaiannya, setelah di kamar. Aku makai kain sarungku. Mari kita bobo, kataku. Eva menganguk.
"Besok lagi, ya Kak," katanya.
"Ya..besok lagi atau nanti. Tapi ini rahasia kita berdua ya. Tak boleh diketahui oleh siapapun juga," kataku. Eva mengangguk. Kucium pipinya dan kami tertidur pulas di kamar.
Kami terbangun, setelah terdengar suara bell. Eva kubangunkan untuk membuka pintu. Mamanya pulang dengan papanya. Sedang aku pura-pura tertidur. Jantungku berdetak keras. Apakah Eva menceritakan kejadian itu kepada mamanya atau tidak. Ternyata tidak. Eva hanya bercerita, kalau dia ketiduran di sampingku yang katanya masih tertidur pulas.

"Sudah buat PR, tanya papanya.
"Sudah siap, dibantu kakak tadi," katanya. Ternyata Eva secara refleks sudah pandai berbohong. Selamat, pikirku.

Setelah itu, setiap kali ada kesempatan, kami selalu bertelanjang. Jika kesempatan sempit, kami hanya cipokan saja. Aku menggendongnya lalu mencium bibirnya.
Hal itu kami lakukan 16 bulan lamanya, sampai aku jadi sarjana dan aku harus mencari pekerjaan.
Malam perpisahan, kami melakukannya. Karena terlalu sering melaga kepala burungku ke meki paginanya, ketika kukuakkan meki vaginanya, aku melihat selaput daranya masih utuh. Masa depannya pasti masih baik, pikirku. Aku tak merusak vagina meki mungil itu.

Sesekali aku merindukan Eva, setelah lima tahun kejadian. Aku tak tahu sebesar apa teteknya sekarang, apakah dia ketagihan atau tidak. Kalau ketagihan, apakah perawannya sudah jebol atau tidak. Semoga saja tidak. Kini aku membayangkan bagaimana Eva mengenakan Jilbab, sehingga kelihatan menjadi Meki berJilbab.

No comments:

Post a Comment