Thursday, February 24, 2011

Menikmati Semburan Sperma Adik Kandung

Ibu mertuaku sakit keras. Suamiku memintaku untuk menjenguknya. Permintaan suamiku dikirimkannya via sms, ketika kapalnyaberlabuh di Hong Kong. Aku pun mengajak adikku Johan untuk menemaniku. Dia memang adik kesayanganku dan selalu saja kumanja. Kami ada empat bersaudara. Aku anak nomor dua setelah abangku. Kemudian seorang lagi adikku perempuan, lalu Johan. Jadi aku dan adik perempuanku, di apit oleh Abangku dan Johan.
Anakku Wira, memang manja pula dengan Johan. Karena suamiku selalu berlayar dan enam bulan sekali baru pulang, Johan selalu saja menemani kami di rumah dan dia sukabermain dengan anakku Wira yang berusia 3 tahun 7 bulan.
Kami pun naik bus ke kampung mertuaku. Perjalan memakan waktu antara 9 sampai 10 jam dengan jalan melintasi perkebunan karet dan sawit dan melintas banyak tikungan.
Baru saja bus saja busa berjalan, aku sudah didera rasa kantuk. Aku memang jarang bepergian, hingga aku cepat mengantuk, apalagi bus ber AC. Wira anakku pun senang sekali berada dalam pangkuan pamannya, Johan. Bus berjalan tanpa henti. Jalan menikung, aku menyenderkan kepalaku pada bahu Johan yang jauh lebih tinggi dariku. Kupleuk tangannya dan wajahku berada pada lehernya. Tanpa sadar, tentu saja tetekku, menempel pada lengannya itu. Perjalanan malam itu, hanya ada deru mesin bus dan video yang diputar sesayup. Banyak penumpang sudah tertidur, karean sudah tengah malam. Termasuk Wira anak mata wayangku. Aku pun bermimpi sedang. Terasa tetekku diremas-remas. Aku merasa nikmat sekali, karean sudah hampir enam bulan suamiku tidak meremasnya. Mungkin karena leherku pegal, aku terbangun, dan merasakan tetekku masih diremas-remas. Baru aku sadar, kalau ang meremas-remas tetekku adalah adikku Johan. Aku ingin melarangnya, tapi aku enggan. Takut dia malu. Akhirnya aku membiarkannya. Mungkin inilah kesalahanku.
Namun... semakin aku membiarkannya, aku merasakan nikmat pada remasannya yang lembut. Aku pun merasakan selendangku yang biasa tersangkut di leherku, sudah dikenmbangkan dan diselimutkan ke tubuhku dan tubuh Wira. Aku mengerti. Dengan tertutupnya tubuh kami, maka tak seorang pun yang melihat tangan Johan meremas-remas tetekku.
Tas... satu kancung bajuku terbuka. Kemudian tas... kancing kedua. Haruskah aku mengancingkannya kembali? Tidak. Aku membiarkannya. Saat itulah tangan Johan menyusup ke sela-sela bajuku, kemudian menysup pula ke dalam BH ku dan tangannya sudah mengelus-elus tetekku. Pentil tetekku sudah berada dalam alusannya. Hu... nikmat sekali rasanya.
Karean tak ampu menahan nikmat dan merasakan remasannya trerlalu lembut, tanpa sadar tanganku sudah berada di atas tangan Johan walau dari sebalik bajuku dan menguatkan remasannya. Mungkin inilah kesalahanku yang kedua. Saat itulah Johan tau, kalau aku membiarkan tangannya meremas tetekku. Akibatnya, Johan semakin berani. Aku yang duduk di sebelah kirinya, tangan kanannya yang meremas tetekku. Aku sebelah memeluk tangan kirinya dan sebelah tanganku memeluk Wira dalam pangkuan kami.
JOhan terus mengelus dan meremas tetekku. Kini sebelah tangannya sudah pula menyusup memasuki celana panjang yang kupakai. Aku merasakan jemarinya sudah mengelus rambut kemaluanku.
"Hati-hati, jangan sampai kelihatan orang," bisikku tegas. Mungkin inilah kesalahanku yang ketiga.
"Ekheemm..." Johan pun membatuk menjawab peringatanku. Aku merasakan, ujung jarinya sudah menyusup jauh ke dalam vaginaku. Klitorisku sudah dalam gesekan jemarinya. Aku merasakan nimmat luar biasa. Kulepaskan pelukanku di tangannya, lalu aku menyusupkan tanganku ke dalam celananya. Ini pula kesalahanku yang ke empat. Burung Johan mengeras dan aku merasakan denyut-denyut di burungnya.
Bus berhenti. Semua penumpang diminta turun untuk istirahat setengah jam pada sebuah warung di tengah hutan. Supir akan berganti tugas. Ada beberapa yang terbangun dan turun, termasuk di sebelah kanan kursi kami dan beberap laiannya. Kami justru merapatkan tubuh kami dan memperbaiki selendang untuk menutupi bagian-bagian tertentu. Sampai akhrinya aku benar benar basah dan kemudian tanganku berlumuan sperma Johan. Kegiatan itu pun sama-sama kami hentikan, lalu kami tertidur pulas.
Pukul 06.00, kami sudah sampai di stasiun bus, lalu mengambil beca mesin untuk menuju rumah mertuaku yang jauhnya tiga kilometer dari stasiun bus. Persis kami tiba, orang sudah ramai. Mertuaku sudah meninggal dunia. Kami pun mengurusnya. Malamnya dilaksanakan tahlil pertama sampai tahlil ketiga.
Begitu usai tahlil ketiga, adik suamiku yang dua orang tinggal bersama ibu mertuaku selama ini sejak kematian ayah mertuaku empat tahun lalu, memberesi semuanya. Mereka mengerti, kalau kami sangat letih. Kami pun tertidur di ruang tamu dengan digelarkan ambal lalu dilapisi dengan kasur.
Dua kasur yang dirapatkan. Aku disebelah kanan dan Johan di sebelah kiri, sedang Wira di tengah kami. Malam itu semua cepat tertidur, karea semua keletihan yang luar biasa. Dari ruang tamu, aku mendengar dengkur kedua adik iparku di kamar yang satu-satunya di rumah mertuaku. Dengkur bersahut-sahutan itu, membuatku susah tertidur, demikian juga Johan. JOhan duduk, lalu memindahkan Wira ke pinggir dekat dinding. Kini aku tidur di tengah. Sebuah selimat besar menutupi tubuh kami.
Johan cepat memelukku dan mencium bibirku dan meremas tetekku. Aku terkejut pada serangan tiba-tiba itu. Cepat sekali bibvirnya dan lidahnya sudah bermain dalam mlutku. Cepat sekali kancing dasterku terbuka. Cepat sekali bibirnya sudah mengisapi tetekku. Aku langsung menjadi horny dan membalas lumatan bibirnya dan lidah kami bertautan, membuat aku melayang. Terlebih selebah tangannya sudah menelusup mengelus vagiaku dan kemudian jarinya sudah menyelusup masuk ke dalam lubang vaginaku dan mempermainkannya.
Cepat pula, celana dalamku terlepas dari tempatnya.
Vaginaku yang basah kuyup karean nikmat, sudah pula dimasuki kemaluan Johan. Semuanya berjalan dengan cepat. Johan yang sudah berada di atas tubuhku, mulai memompa dengan tajam dan buas. Setiap kali dia mencabut kemaluannya, tersedengar suara ceplokkk. Vaginaku memang sudah benar-benar basah.
"Hati-hati jangan sampai ketahuan,"bisikku.
"Tenanag saja. Aku sudah lama menginginkan hal ini," bisiknya di telingaku sembari menjilatinya. Aku terenyuh juga mendengar pengakuannya. Kenapa selama ini aku tidak mengetahuinya. Tapi biarkan saja, toh... semua sudah terjadi. Aku tak melewatkan kesempatan ini akhirnya. AKu tak ingin mempersoalkan, apakah kami adik kakak kanduang atau apa namanya. Yang jelas aku sedang menimati persetubuhan ini. Kupeluk dia dengan kuat dan aku sudah tidak mengerti lagi, apakah gumulanku membangunkan orang atau tidak. Tapi puncak nikmatku, tak mau kusia-siakan. Akhirnya aku sampai pada puncakku dan meleaskan semua kenikmatan itu dengan selesa. Aku pun merasakan semburan sperma Johan yang hangat. Kami berkecupan sejenak, lalu membetulkan pakaian kami.
Aku bermimpi, kalau aku digagahi oleh seorang perampok. Dengan buas perampok menyetubuhiku, sampai akhirnya aku terbangun dari mimpiku. Nyatanya aku tidak bermimpi. Dari belakang ketika aku membelakangi Johan dan memeluk Wira, aku disetubuhi Johan dari belakang. Celana dalamku tidak dilepas. Hanya dikesampingkan sedikit, karena aku memang memakai celana dalam mini, lalu kemaluannya sudah keluar masuk di dalam vaginaku. Kemaluannya dengan cepat keluar masuk dan posisi kami sama-sama miring. Akhirnya, kami mampu juga sama-sama menikmatinya.
Kami bangun sedikit terlambat. Kami pun sarapan pagi setelah sama-sama mandi pagi kemudian meminta izin untuk pulang kembali.
Di atas bus, kami memperbincangkan apa yang kami lakukan, mulai dari awal perjalanan sampai pada kembali pulang ke rumah. Johan mengatakan, dia sangat cemburu, setiap kali suamiku pulang dari berlayar, hingga dia tidak bisa dekat denganku. Aku terenyuh pula, karena sangat mencintaiku, dia tidak pernah mau pacaran dengan wanita lain. Haruskah aku membalas cintanya? saat dia mengatakan:" Aku mencintaimu, Kak."
Kami tiba rumah malam hari. Baru satu jam kami tiba di rumah, suamiku tiba di rumah. Esok dia akan ke kampung menjiarahi ibunya. Aku minta aku tidak ikut, karean sangat letih dan kasihan juga Wira yang keletihan. Malamnya, aku disetubuhi oleh suamiku. Besok paginya setelah suamiku berangkat naik bus, JOhan menatapku sangat tajam. Kelihatannya dia sangat cemburu sekali. Aku melereai hatinya. Entah kenapa akhirnya aku juga mencntai adik kandungku sendiri. Aku jatuh cinta padanya.
Malamnya, aku tidak diberi kesempatan lagi oleh Johan. AKu disetubuhinya sepuas-puasnya. Saat itulah aku merasakan sestau yang aneh. Tubughku yang seperti meriang, saat spermanya tumpah dalam rahimku, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa dan aku melambung tak menentu. Terasa sperma itu seperti air sungai yang mengalir memasuki sekujur tubuhku. Aku akupun sat itu juga berani memastikan diriku dibuahi.
"Han, persetubuhan kali ini, akan berbuah, Dik. Aku pasti hamil pada persetubuhan kali ini," kataku.
"Dari mana kakak tau?" tanyanya lembut.
"Hanya perempuan dan Tuhan yang tau, siapa anak yang dikandung si perempuan," kataku. Johan tersenyum.
"Berarti dia anakku? Anak kita?"
"Ya... aku takut." kataku sendu.
"Bukankah tadi malam kakak disetubuhinya?" maksudnya suamiku. Aku menganggu.
"Ya sudah. Jangan takut. Pasti dia akan merasakan, kalau anak kedua ini adalah anak dia," kata Johan. Johan tak menyebutkan lagi kata abang pada abang iparnya. Tapi dia.
"Setelah anak itu lahior, kakak minta cerai saja. Biar kita bebas," desaknya. Aku menggeleng. Johan seperti marah. Aku memberikan alasan. Kalau aku bercerai dengan suamiku, maka kami tak bebas lagi. Biarlah dia berlayar lama dan kami akan terus bisa bermesraan. Aku juga sudah gila dan sangat mencintainya. Kenapa? Mungkin aku tak pernah merasakan persetubuhan yang senikmat persetubuhan dengan adikku Johan.
Sepulang dari kampung, suamiku hanya tiga malam lagi di rumah. Katanya dia akan pindah kapal dan mendapat promosi yang bagus. Kami punmengantarnya ke pelabuhan. Begitu dia naik kapal, JOhan tersenyum.
"DIa sudah pigi, sayang. Kini kau milikku seorang," ujarnya. Dia sudah mengucapkan kata sayang padaku dan sudah ber kau. Tidak l;agi memanggilku kakak, jika kami berdua. Entah kenapa, aku juga senang dia memanggilku sayang dan kau.

No comments:

Post a Comment