Monday, January 10, 2000

Cerita Dengan Pak RT Yang Nakal

Pak Vito adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kalau aku lewat di depannya, seringkali matanya jelalatan menatap padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau lewat di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok tentangku.

Pada suatu hari aku sedang di rumah sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus hitam tanpa lengan dengan belahan dada rendah sehingga buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi aku tidak memakai BH, juga sebuah celana pendek ketat merk 'Nike' yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu aku sedang melatih pahaku dengan sepeda fitness, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Vito yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah padaku tadi pagi.

Kubukakan pagar dan kupersilakan dia masuk.
"Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya" senyumku dengan ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tengah.
"Kok sepi sekali Dik, kemana yang lain?"
"Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi arisan sama teman-temannya".
Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.

"Minum Pak", tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat.
Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku.
"Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi" katanya.
"Iya nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin nggak?" godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.
Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda itu.

"Mari Dik, kesinikan kakinya biar Bapak pijat"
Aku lalu mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku.
"Pijatan Bapak enak ya Dik?" tanyanya.
"Iya Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!" aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Vito, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh.
Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.
"Enngghh.. Pak!" desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian itu.

Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Vito pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dalamku.
"Aawww..!" aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku.
Melihat reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Vito tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawahnya itu.
"Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga", rayunya

Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Vito begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya.
"Hhmm.. wangi, pasti Adik rajin merawat diri yah" godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita.
Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh.. lidahnya menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.

"Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!" desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu.
"Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik" katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69.
Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa mamasukkannya.

Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Vito mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klitoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Vito. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap padanya.

Pak Vito menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, "Ayo Dik, terusin dong karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon".
Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa.

"Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit" katanya di HP.
Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku.
"Wah.. Dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee.. malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang" katanya sambil mencubit putingku.
"Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi Bapak seneng kan" kataku dengan tersenyum nakal.
"Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih" seringainya.
Lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku.

Pak Vito menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku.

Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku.
"Sayang kalo dibuang, kan mubazir" ucapnya.
Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.

"Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih".
Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Vito mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas cupangan.

Kedua tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam pelukannya.

Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Vito sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Vito menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih dalam.

Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh.. ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli.

"Uuuhh.. Pak.. aakkhh..!" aku kembali mencapai orgasme.
Vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Vito bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.

"Bapak udah mau.. Dik.. Citra..!" desahnya dengan mempercepat kocokkannya.
"Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur" aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus.
Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.

Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Vito sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya.
"Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya, istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka sering melayani Bapak berdua sekaligus" pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum manis.

Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan.
"Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik"
"Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang" kataku dalam hati.
Akhirnya aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar 'medan laga' kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.

=== TAMAT ===

Sunday, January 9, 2000

Skandal Dengan Ayah Sahabatku

Ini adalah cerita pengakuan Sinta, pacar gelapku, ketika ia membuat skandal dengan Oom Icar, ayah Asmi sahabatnya. Waktu itu Sinta belum menikah denganku dan baru membuat hubungan intim dengan dr.Budi yang pernah membantu menggugurkan kandungan hasil hubungan gelapnya dengan kakak iparnya sendiri.

Oom Icar, 47 tahun juga cukup dikenal akrab oleh Sinta karena dia sering bertandang di rumah sahabatnya ini. Pada penampilan luarnya Oom Icar bertampang simpatik dan malah kelihatan sebagai orang alim, tapi kenapa sampai bisa berhubungan dengan Sinta ini awalnya cukup konyol. Secara kebetulan keduanya saling kepergok di sebuah hotel ketika masing-masing akan melakukan perbuatan iseng. Oom Icar saat itu sedang menggandeng seorang pelacur langganan tetapnya dan Sinta saat itu sedang digandeng dr.Budi. Keduanya jelas-jelas bertemu di gang hotel sama-sama tidak bisa mengelak. Tentu saja sama-sama kaget tapi masing-masing cepat bisa bersandiwara pura-pura saling tidak kenal.

Kelanjutan dari itu masing-masing sepakat bertemu dikesempatan tersendiri untuk saling menjelaskan dan membela diri. Bahwa kalau Sinta mengaku hubungannya dengan dr.Budi karena kena bujuk diajak beriseng dan cuma dengan laki-laki itu saja, sedang Oom Icar mengaku bahwa dia terpaksa mencari pelarian karena Tante Vera, istrinya, katanya sudah kurang bergairah menjalankan kewajibannya sebagai istri di tempat tidur. Masuk akal bagi Sinta karena dilihatnya Tante Vera yang gemuk itu memang lebih sibuk di luar rumah mengurus bisnis berliannya ketimbang mengurus suami dan keluarganya. Itu sebabnya Asmi, salah satu anaknya juga jadi bebas dan liar di luaran.

Dari pertemuan itu masing-masing nampak sama ketakutan kalau rahasianya terbongkar di luaran. Sinta takut hubungannya dengan dr.Budi didengar orang tuanya sedang Oom Icar juga lebih takut lagi nama baiknya jadi rusak. Berikutnya karena kadung sudah saling terbuka kartu masing-masing, keduanya yang berusaha agar saling menutup mulut jangan membuka rahasia ini justru menemukan cara tersendiri yaitu dengan membuat hubungan gelap satu sama lain. Ide ini terlontar oleh Oom Icar yang coba merayu Sinta ternyata diterima baik oleh Sinta.

Singkat cerita kesepakatan pun tercapai, cuma ketika menjelang janji bertemu di suatu tempat di mana Oom Icar akan menjemput dan membawa Sinta ke hotel, Sinta meskipun melihat tidak ada salahnya mencoba iseng dengan Oom Icar tidak urung berdebar juga jantungnya. Tegang karena partner kali ini hubungannya terkait dekat. Sekali meleset dan terbongkar bisa fatal urusan malunya. Begitu juga waktu sudah semobil di sebelah Oom Icar, sempat kikuk malu dia dengan laki-laki yang ayah sahabatnya ini. Pasalnya Oom Icar yang sebenarnya juga sama tegang karena kali ini yang dibawa adalah teman dekat anak gadisnya, dia hampir tidak ada suaranya dan pura-pura sibuk menyetir mobilnya sehingga Sinta didiamkan begini jadi salah tingkah menghadapinya. Tapi waktu sudah masuk kamar hotel dan mengawali dengan duduk ngobrol dulu merapat di sofa, di situ mulai ke luar keluwesan Oom Icar dalam bercumbu. Sinta pun mulai lincah seperti biasa pembawaannya kalau sedang menghadapi dr.Budi. Genit manja jinak-jinak merpati membuat si Oom tambah penasaran terangsang kepadanya. Waktu itu dengan mesra Oom Icar menawarkan makan pada Sinta tapi ditolak karena masih merasa kenyang.

Aku minta rokoknya Oom.. Sinta pengen ngerokok. pinta Sinta sebagai alternatif tawaran Oom Icar.
Oh ngerokok juga? Iya ada, mari Oom yang pasangin. Oom nggak tau kalo Sinta juga ngerokok.
Cuma sekali-sekali aja, abis deg-degan pergi sama Oom ke sini. jelas Sinta menunjukan kepolosannya.
Kok sama, Oom juga sempat tegang waktu bawa Sinta di mobil tadi, takut kalo ada yang ngeliat.
Masing-masing sama mengakui apa yang dirasakan selama dalam perjalanan. Sinta mulai menggoda Oom Icar.
Masa udah tegang duluan, kan belum apa-apa Oom? godanya dengan genit.
Oo yang itu memang belum, tapi jantungnya yang tegang. jawab Oom Icar setelah membakar sebatang rokok buat Sinta yang sudah langsung menjulurkan tangannya, tapi masih belum diberikan oleh Oom Icar.

Mana, katanya mau pasangin buat Sinta?
Sebentar, sebelum ngerokok bibirnya Oom musti cium dulu..
Menutup kalimatnya Oom Icar langsung menyerobot bibir Sinta memberinya satu ciuman bernafsu, dibiarkan saja oleh Sinta hanya setelah itu dia menggigit bibir malu-malu manja menyandarkan kepalanya di dada Oom Icar sambil menyelingi dengan merokok yang sudah diterimanya dari Oom Icar. Melihat ini Oom Icar semakin berlanjut.
Bajunya basah keringetan nih, Oom bukain ya biar nggak kusut? katanya menawarkan tapi sambil tangannya yang memeluk dari belakang mulai mencoba melepas kancing baju Sinta.

Lagi-lagi Sinta tidak menolak. Dengan gaya acuh tak acuh sibuk mengisap rokoknya, dia membiarkan Oom Icar bekerja sendiri malah dibantu menegakkan duduknya agar kemejanya dapat diloloskan dari lengannya membuat dia tinggal mengenakan kutang saja. Sinta memang sudah terbiasa bertelanjang di depan lelaki, jadi santai saja sikapnya. Tetapi ketika tangan Oom Icar menyambung membuka reitsleting belakang rok jeans-nya dan dari situ akan meloloskan rok berikut celana dalamnya, baru sampai di pinggul Sinta menggelinjang manja.
Ngg.. masak aku ditelanjangin sendiri, Oom juga buka dulu bajunya?
Iya, iya, Oom juga buka baju Oom..

Segera Oom Icar melucuti bajunya satu persatu sementara Sinta bergeser duduknya ke sebelah. Berhenti dengan hanya menyisakan celana dalamnya, dia pun beralih untuk meneruskan usahanya melepas rok Sinta. Sekarang baru dituruti tapi juga sama menyisakan celana dalamnya. Tentu saja Oom Icar mengerti bahwa Sinta masih malu-malu, dia tidak memaksa dan kembali menarik Sinta bersandar dalam pelukan di dadanya. Di situ dia mulai dengan mengecup pipi Sinta sambil mengusap-usap pinggang bergerak meremas lembut masing-masing pangkal bawah susu si gadis yang masih tertutup kutangnya.

Sinta kurus ya Oom? tanya Sinta sekedar menghilangkan salah tingkah karena susunya mulai digerayangi Oom Icar.
Ah nggak, kamu malah bodimu bagus sekali Sin. jawab Oom Icar memuji Sinta apa adanya karena memang tubuh gadis ini betul-betul berlekuk indah menggiurkan.
Tapi Oom kan senengnya sama yang mantep, yang hari itu Sinta liat ceweknya montok banget..
Iya tapi orangnya jelek, udah tua. Abisnya nggak ada lagi sih? Maunya nyari yang cakep kayak Sinta gini. Kalo ini baru asyik.. rayu Oom Icar sambil kali ini mencoba untuk membuka pengait bra Sinta yang kebetulan terletak di bagian depan.
Oom sih ngerayu. Buktinya belon apa-apa udah bilang asyik duluan?
Justru karena yakin maka Oom berani bilang gitu. Coba aja pikir, ngapain Oom sampe berani ngajak Sinta padahal jelas-jelas udah tau temen baiknya Asmi, ya nggak? Kalo bukan lantaran tau kapan lagi dapet asyik ditemenin cewek secakep Sinta, tentu Oom nggak akan nekat gini. Udah lama Oom seneng ngeliat kamu Sin.
Sinta kena dipuji rayuan yang memang masuk akal ini kontan bersinar-sinar bangga di wajahnya. Perempuan kalau terbidik kelemahannya langsung jadi murah hati, segera mandah saja dia membiarkan kutangnya dilepas sekaligus memberikan kedua susu telanjangnya yang berukuran sedang membulat kenyal mulai diremas tangan Oom Icar.

Emangnya, Oom seneng sama Sinta sejak kapan? Kayaknya sih Sinta liat biasa-biasa aja?
Dari Sinta mulai dateng-dateng ke rumah Oom udah ketarik sama cantiknya, cuma masak musti pamer terang-terangan? Tiap kali ngeliat rasanya gemeess sama kamu.. bicaranya menyebut begitu sambil secara tidak sengaja memilin puting susu di tangannya membuat si gadis lagi-lagi menggelinjang manja.
Aaa.. gemes mau diapain Oom?!
Gemes mau dipeluk-pelukin gini, dicium-ciumin gini, atau juga diremes-remesin gini.. sshmm.. jawab Oom Icar dengan memperlihatkan contoh cara dia mendekap erat, mengecup pipi dan meremas susu Sinta.
Terusnya apalagi?
Terusnya yang terakhir ininya.. Apa sih namaya ini? tanya canda Oom Icar yang sebelah tangannya sudah diturunkan ke selangkangan Sinta, langsung meremas bukit vagina yang menggembung dan merangsang itu.

Itu bilangnya.. memek. jawab Sinta dengan menoleh ke belakang sambil menggigit kecil bibir Oom Icar. Bahasanya vulgar tapi Oom Icar malah senang mendengarnya.
Iya, kalau memek Sinta ini dimasukin Oom punya, boleh kan?
Dimasukin apa Oom..?
Ini, apa ya bilangnya? tanya lagi Oom Icar dengan mengambil sebelah tangan Sinta meletakkan di jendulan penisnya.
Aaa.. ini kan bilangnya kontol.. Dimasukin ini bahaya, kalo hamil malah ketauan orang-orang Oom? Sinta bergaya pura-pura takut tapi tangannya malah meremas-remas jendulan penis itu.
Jangan ambil bahayanya, ambil enaknya aja. Nanti Oom beliin pil pencegah hamilnya.
Tapinya sakit nggak? tanya Sinta sambil mematikan rokoknya ke asbak.
Kalo udah dicoba malah enak. Yuk kita pindah ke tempat tidur? Oom Icar mengajak tapi sambil membopong Sinta pindah ke tempat tidur untuk masuk di babak permainan cinta. Di sini Sinta mulai memasrahkan diri ketika tubuhnya mulai digeluti kecup cium dan raba gemas yang menaikan birahi nafsunya. Sinta sudah pernah begini dengan dr.Budi, caranya hampir sama dan dia senang digeluti laki-laki yang sudah berumur seperti ini. Karena mereka bukan hanya lebih pengalaman tapi juga lebih teliti jika mengecapi tubuh perempuan, apalagi gadis remaja seperti dia. Asyik rasanya menggeliat-geliat, merengek-rengek manja diserbu rangsangan bernafsu yang bertubi-tubi di sekujur tubuhnya.

Ahahhgg.. gellii Oomm.. Sshh.. iihh.. Oom sakit gitu.. ssh.. hngg..
Mengerang antara geli dan perih tapi dengan tertawa-tawa senang, yang begini justru memancing si Oom makin menjadi-jadi. Oom Icar yang nampaknya baru kali ini bergelut dengan seorang gadis remaja cantik tentu saja terangsang hebat, hanya saja dia sayang untuk terburu-buru dan masih senang untuk mengecapi sepuas-puasnya tubuh mulus indah yang dagingnya masih padat kencang ini. Dari semula saja dia sudah nekat melupakan bagaimana status hubungannya dengan Sinta apalagi setelah dilanda nafsu tinggi seperti ini. Anak gadis teman baiknya dan sekaligus sahabat anaknya ini begitu merangsang gairahnya membuat dia jadi terlupa segala-galanya. Sinta yang sudah memberi celana dalamnya diloloskan jadi telanjang bulat sudah rata seputar tubuhnya dijilati dengan rakus. Diberi bagian susunya dihisap saja sudah membuat Oom Icar buntu dalam asyik. Sibuk mulutnya menyedot berpindah-pindah diantara kedua puncak bukit yang membulat kenyal lagi pas besarnya itu, lebih-lebih waktu Sinta di bagian terakhir memberikan vaginanya dikecapi mulutnya. Jangan bilang lagi, seperti anjing kelaparan dia menyosor menjilat dan menyedot celah merangsang itu sampai tidak peduli tingkatan kesopanan lagi. Sahabat anak gadisnya yang biasanya hormat sopan kalau datang ke rumahnya, sekarang santai saja menjambak rambutnya atau mendekap kepalanya mempermainkan seperti bola kalau sosoran mulut rakusnya membuat geli yang terlalu menyengat.

Ssshh.. aahngg.. gelii.. Oomm.. Oom Icar seru memuasi rasa mulutnya yang tentu saja membuat Sinta terangsang tinggi dalam tuntutan birahinya, tapi begitu pun jalan pelepasan yang diberikan si Oom betul-betul memuaskan sekali. Pada gilirannya Oom Icar merasa cukup dan menyambung untuk mengecap nikmatnya jepitan ketat vagina muda si gadis, di sinilah baru terasa asyiknya penis ayah sahabatnya.

Sewaktu partama dimasuki, Sinta masih memejamkan mata, dia baru tersadar ketika batang itu sudah setengah terendam di vaginanya. Agak ketat sedikit rasanya. Membuka mata melirik ke bawah, dia langsung bisa mengira-ngira seberapa besar batang itu. Aahshh.. dia mengerang dengan gemetar kerinduan nafsunya hanya saja tangannya mengerem pinggul Oom Icar agar tidak sekaligus tancap masuk. Meskipun tidak diutarakan Sinta lewat kata-kata tapi Oom Icar mengerti maksudnya. Dia meredam sedikit emosinya dan menusuk sambil membor penisnya lebih kalem. Di situ batang penis ditahan terendam sebentar untuk membawa dulu tubuhnya turun menghimpit Sinta lalu dari situ dia berlanjut membor sambil mulai memompa pelan naik turun pantatnya. Untuk beberapa saat masuknya batang diterima Sinta masih agak tegang, tapi ketika terasa mulai licin dan sudah mulai bisa menyesuaikan dengan ukuran Oom Icar. Dia pun mulai meresapi nikmatnya batang Oom Icar.

Wihh.. ennaak sekalii! begitu ketat dan begitu mantap gesekannya membuat Sinta langsung terbuai dengan nikmat sanggama yang baru dibukanya dengan batang kenikmatan Oom Icar. Saking asyiknya kedua tangan dan kakinya naik mencapit tubuh Oom Icar seolah-olah menjaga agar kenikmatan ini tidak dicabut lepas sementara dia sendiri mulai ikut aktif mengimbangi kocokan penis dengan putaran vaginanya yang mengocok. Disambut kehangatan begini Oom Icar tambah bersemangat memompa, semakin lebih terangsang dia karena Sinta meskipun tidak bersuara tapi gayanya hangat meliuk-liuk setengah histeris. Bergerak terus dengan tangan menggaruk kepala Oom Icar, kakinya yang membelit tidak ubahnya bagai akan memanjat tubuh si Oom. Kelihatan repot sekali gerak sanggamanya yang seperti tidak bisa diam itu, apalagi ketika menjelang sampai ke puncak permainan, tambah tidak beraturan Sinta menggeliat-geliat. Sementara itu si Oom yang sudah serius tegang juga hampir mencapai ejakulasinya.

Beberapa saat kemudian keduanya tiba dalam orgasme secara bersamaan. Sinta yang mulai duluan dengan memperketat belitannya. Aduuhh.. ayyuhh.. Oomm.. shh.. ahgh.. iyya.. duhh.. aahh.. hgh.. aahh.. aeh.. ahduhh.. sshh Oom.. hheehh.. mmhg.. ayoh.. Sin.. saling bertimpa kedua suara masing-masing mengajak untuk melepas seluruh kepuasan dengan sentakan-sentakan erotis. Sama-sama mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dalam jumpa pertama ini, sehingga ketika mereda keduanya pun menutup dengan saling mengecup mesra, gemas-gemas sayang tanda senangnya. Begitu nafas mulai tenang, Sinta memberi isyarat menolak tubuh Oom Icar meminta lepas, tapi sementara si Oom berguling terlentang di sebelah, dia sudah mengejar, memeluk dengan memegang batangnya dan merebahkan kepalanya di dada Oom Icar. Meremas-remas gemas sambil memandangi batang yang masih mengkilap lengket itu.

Bandel nihh.. maen nyodok aja? komentar Sinta sambil menarik penis Oom Icar.
Abis kamunya juga bikin penasaran aja sih? balas Oom Icar dengan tangannya merangkul leher bermain lagi di susu Sinta.
Oom seneng ya sama aku?
Oo.. jelas suka sekali Sayaang.. Abis, kamu memang cantik, memeknya juga enak sekali.. kali ini dagu Sinta diangkat, bibirnya digigit gemas oleh Oom Icar.
Sinta langsung bersinar bangga dengan pujian itu. Itu pembukaan hubungan gelap mereka yang sejak itu berlangsung secara sembunyi-sembunyi dengan jadwal rutin karena masing-masing seperti merasa ketagihan satu sama lain. Oom Icar jelas senang dengan teman kencan yang cantik menggiurkan ini. Permainan selalu memilih tempat di hotel di luar kota tapi sekali pernah Sinta mendapat pengalaman yang unik serta konyol di rumah Oom Icar sendiri.

Suatu hari Tante Vera sedang berbisnis ke luar kota ketika Sinta datang bertandang siang itu untuk menemui Asmi. Kedua gadis itu memang membuat janji akan jalan-jalan ke mall sore nanti tapi karena waktunya masih jauh, Asmi mempergunakannya untuk keluar rumah sebentar. Oom Icar yang membuka pintu dan dia sendiri ketika melihat ada peluang yang baik langsung memanfaatkannya, karena begitu Sinta masuk sudah disambut dengan telunjuk di bibir memaksudkan agar Sinta tidak bersuara. Sinta sempat heran tapi ketika digandeng ke kamar Oom Icar dia kaget juga, segera mengerti tujuannya.

Iddihh Oom nekat.. nanti ketauan Oom.. Asmi memangnya ke mana? katanya tapi dengan nada berbisik panik.
Sst tenang aja.. Kita aman, Asmi lagi pergi sebentar, Tante lagi keluar kota sedang Hari lagi tidur.. jelas Oom Icar. Hari adalah adik laki-laki Asmi yang duduk di kelas II SMP. Masih ada seorang lagi adik Asmi bernama Hendi yang duduk di kelas I SMA tapi dia tinggal dengan neneknya di Malang.

Iya tapi gimana kalo Asmi dateng Oom?
Kan nggak ada yang tau kalau Sinta udah di sini. Mereka nggak bakalan berani masuk kamar Oom. Acaramu kan Oom denger masih nanti malem, kita bikin sebentar di sini yaa?
Tapi Oom.?
Udahlah di sini aja dulu, Oom mau ke luar sebentar. Tuch denger, kayaknya Hari udah bangun. Nih, Oom tebus waktumu untuk jajan-jajan sama Asmi nanti, kata Oom Icar langsung memotong protes Sinta dengan mengulurkan sejumlah uang yang cepat diambilnya dari dompetnya untuk membujuk Sinta. Setelah itu segera dia keluar kamar meninggalkan Sinta yang karena merasa sudah terjebak terpaksa tidak berani keluar takut kepergok Hari. Melirik uang yang digenggamnya sepeninggal Oom Icar, hati Sinta menjadi lunak lagi karena si Oom memang pintar mengambil hati dan selalu royal memberi jumlah yang cukup menghibur. Meskipun begitu dia menguping dari balik pintu mendengarkan situasi di luar dengan hati berdebar tegang.

Pak, barusan kayaknya ada yang dateng kedengeran pintu kebuka? terdengar suara Hari menanyai ayahnya.
Ah nggak ada siapa-siapa kok, barusan memang Bapak yang buka pintu.
Baru saja sampai percakapan ini, tiba-tiba terdengar suara motor Asmi memasuki pekarangan. Tidak lama kemudian dia masuk ke rumah dan terdengar menanyai adiknya.
Har, barusan Mbak Sinta singgah ke sini nggak?
Nggak tau, aku juga baru bangun..
Oh ya? Padahal Mbak Asmi singgah barusan ke rumahnya, Mamahnya bilangnya ke sini?
Ya mungkin aja Sinta tadi ke sini tapi ngira kamu nggak ada, jadi pergi ke tempat lain dulu. kali ini Oom Icar ikut menimbrung pembicaraan.
Iya tapi aku ada janji sama dia nanti sore-sorean.
Oo.. kalo gitu paling-paling sebentar juga ke sini. putus Oom Icar menghibur anaknya.

Hening sebentar dan tidak lama kemudian terdengar suara Oom Icar memesan kedua anaknya agar jangan ada tamu atau telepon yang mengganggunya karena dia beralasan agak tidak enak badan dan akan tidur siang. Sesaat setelah itu dia pun masuk disambut Sinta yang bersembunyi di balik pintu langsung mencubit gemas lengannya tapi tidak bersuara, geli dengan sandiwara yang barusan didengarnya. Oom Icar tersenyum dan menggayut pinggang Sinta, menggandengnya ke tempat tidur. Sinta menurut karena tahu kalau menolak maka Oom Icar akan membujuknya terus, daripada berlama-lama lebih baik memberi saja agar waktunya lebih cepat selesai. Langsung diikutinya ajakan Oom Icar untuk membuka bajunya, hanya saja masih bingung jika permainan telah usai.

Tapi nanti aku ke luar dari sininya gimana Oom..? tanyanya sambil menyampirkan celana dalamnya sebagai kain penutup terakhirnya yang dilepas.
Gampang, Oom pura-pura aja nyuruh mereka berdua keluar beli makanan, di situ Sinta bisa aman keluar dari sini.
Ngg.. Oom bisa aja akalnya.. Sinta sedikit lega.
Oom kalo mikirin yang itu sih gampang. Sekarang yang Oom pikirin justru ngeluarin isinya barang ini yang enak gimana caranya. timpal Oom Icar seraya mendekatkan tubuhnya yang sudah sama bertelanjang bulat dan mengambil tangan Sinta untuk diletakkan di batang penisnya yang masih menggantung lemas.
Sinta malu-malu manja tapi tangannya langsung menangkap batang itu, menarik-narik, melocoknya dengan genggaman kedua tangannya sambil memandangi benda itu.

Yang enak tuh kayak apa sih? godanya mulai bersikap manja-manja genit.
Yang enaknya.. ya jelas pake ini Sin. jawab Oom Icar balas menjulurkan tangannya meremas selangkangan Sinta.
Iddihh si Ooom.. pengennya yang itu aja? Sinta pura-pura jual mahal.
Abisnya barang enak, jelas kepengen Sin.. kata Oom Icar sambil mulai mengajak Sinta berciuman.
Sinta memang memberi bibirnya tapi dia masih kelihatan setengah hati untuk balas melumat hangat, terlebih ketika akan diajak naik tempat tidur dia seperti merasa berat.
Nggak enak ah Oom, sungkan aku itu tempat tidurnya Tante.. katanya mengutarakan perasaannya yang tidak enak untuk bermain cinta di tempat tidur keluarga itu. Oom Icar rupanya bisa mengerti perasaan Sinta, dia tidak memaksa tapi menoleh sekeliling sebentar dan cepat saja menemukan cara yang lain.
Ya udah kalo gitu kita bikin sambil berdiri aja. Sini Oom yang atur, ya? katanya sambil membawa Sinta ke arah kaki tempat tidur dan menyandarkan tubuh Sinta di palang-palang besi tempat tidur itu.

Oom Icar memakai tempat tidur mahal tapi model kuno yang terbuat dari besi lengkap dengan tiang-tiang penyangga kelambunya. Di situ pantat Sinta disandarkan di pagar bawah tempat tidur yang tingginya pas menyangga pantatnya, sedang kedua tangannya diatur Oom Icar melingkar di sepanjang besi melintang di antara dua tiang kelambu bagian kaki tempat tidur yang tingginya setinggi punggung, sedemikian rupa sehingga tubuhnya tersandar menggelantung di besi melintang itu hampir pada masing-masing ketiak Sinta. Suatu posisi yang unik untuk bersanggama dalam gaya berdiri karena setelah itu Oom Icar mengambil dua ikat pinggang terbuat dari kain, lalu mengikat masing-masing lengan Sinta pada besi melintang itu. Sinta menurut saja memandangi geli sambil menunggu apa yang selanjutnya akan dilakukan Oom Icar. Berikutnya barulah Oom Icar mulai merangsang dengan menciumi dan menggerayangi sekujur tubuh Sinta dari mulai atas hingga ke bawah. Berawal mengerjai kedua susu Sinta dengan remasan dan kecap mulutnya dan kemudian berakhir mengkonsentrasikan permainan mulut itu di selangkangannya, membuat Sinta yang semula setengah hati mulai naik terangsang. Malah terasa cepat karena posisi kedua tangannya tidak bisa ikut membalas ini menimbulkan daya rangsang yang luar biasa. Apalagi ketika mulut Oom Icar mulai memberi rasa geli-geli enak di vagina yang tidak bisa ditolak kepalanya kalau geli terlalu menyengat.

Begitu tengah sedang asyik-asyiknya permainan pembukaan ini, di teras depan Asmi terdengar mengalunkan suaranya berduet mengiringi Hari dalam permainan gitarnya. Konyol memang buat Asmi, sahabat yang sedang ditunggu-tunggu untuk janji pergi bersama, ternyata sudah sejak tadi ada di dalam kamar rumahnya sendiri, sedang meliuk-liuk keenakan saat vaginanya dikerjai mulut ayahnya, malah sudah tidak tahan rangsangan gelinya yang menuntut untuk lebih terpuaskan lewat garukan mantap penis ayah Asmi sendiri.

Ayyohh Oom.. janggan lama-lama.. masukkin dulu Oom punnyaa.. bahkan rintih Sinta sudah meminta Oom Icar segera mulai bersenggama. Oom Icar tidak menunggu lebih lama. Dia segera bangun dan membawa penisnya yang setengah menegang menempel di celah vagina Sinta. Membasahi dulu dengan ludahnya, menggosok-gosokan ujung kepala bulatnya di klitoris Sinta agar menjadi lebih kencang lagi, baru setelah itu mulai diusahakan masuk ke dalam lubang vagina di depannya. Sinta menyambut seolah tidak sabaran, menjinjitkan kakinya untuk mengangkangkan pahanya selebar yang bisa dilakukannya tanpa bisa membantu dengan tangannya. Dia terpaksa menunggu Oom Icar bekerja sendiri menguakkan bibir vagina dengan jari-jarinya agar bisa menyesapkan kepala penisnya terjepit lebih dahulu, baru kemudian ditekan membor masuk. Meningkat kemudian lagu-lagu cinta Asmi yang berduet dengan Hari mengalun romantis, ini senada dengan Sinta yang saat itu juga sedang merintih lirih, mengalunkan tembang nikmat ketika vaginanya mulai disodok dan digesek ke luar masuk penis tegang Oom Icar.

Ngghh.. Ooomm.. Sssh.. hhshh.. ngghdduuh.. sshsmm.. hdduhh Oomm.. ennakk.. sshh.. mmh.. heehhs.. adduhh.. mengaduh-aduh rintih suaranya tapi bukan kesakitan melainkan sedang larut dalam nikmat.

Kalau tadi Sinta masih setengah hati untuk melayani nafsu Oom Icar, sekarang dia juga ikut merasa keenakan, karena bermain dalam variasi posisi berdiri ini terasa santai dan mengasyikan sekali baginya. Tidak repot menahan tubuhnya tetap berdiri karena bisa menggelantung dengan kedua lengannya, sambil menerima tambahan enak tangan Oom Icar yang meremas-remas kedua susunya, memilin-milin geli putingnya, dia juga bisa ikut mengimbangi sodokan penis ini dengan kocokan vaginanya. Malah tidak berlama-lama lagi, ketika Oom Icar sudah serius tegang akan tiba dipuncaknya Sinta pun mengisyaratkan tiba secara bersamaan. Aduuhh.. Oomm.. ayoo.. sshh.. duh Sinta mau keluarr.. ssh.. hhgh.. Ooomm.. desah Sinta tertahan. Aduhhssh.. Iya ayoo Sin.. Oom juga sama-samaa.. aahghh.. segera mengejang Sinta menyentak-nyentak ketika orgasme diikuti Oom Icar tiba di ejakulasinya. Permainan pun usai dengan kepuasan sebagaimana biasa yang didapati keduanya setiap mengakhiri jumpa cinta mereka.

=== TAMAT ===

Saturday, January 8, 2000

Pengalaman Mengejutkan 3

Teh Endang memandangku dengan pandangan sinis. Ia memandangi badan saya dari ujung rambut ke ujung kaki. Memang badan saya atletis, maklum saya rajin fitness. Tanpa aba-aba terlebih dahulu, Teh Endang langsung mengarahkan ciumannya kearah bibir saya. Tangannya meremas kedua pantat saya. Ciumannya sangat ganas dan liar. Mendapat perlakuan itu saya kaget sambil sedikit senang. Ternyata saya tidak dimarahi seperti yang telah saya bayangkan sebelumnya. Saya secara spontan membalasnya dengan liar pula. Pada waktu tangan saya hendak menyusup ke arah payudaranya dia menepis tangan saya.

"Gus masa cuma si Yuyun doang yang kebagian, Endang juga mau..", katanya sambil memegang penis saya yang dari tadi sudah berdiri.
"Belum apa-apa udah mau pegang punyaku, kamu nakal Gus..", katanya sambil tersenyum padaku.
"Abis Teh Endang duluan sih.. tuh liat punya saya sampe bediri gini..", kataku.
"Gus ayo ke kamar Endang aja, malu kalo ada si Yuyun", katanya sambil menggandeng tanganku menuju kamarnya.
Setelah sampai kamar Teh Endang, ia menyuruhku untuk melepaskan pakaiannya.
"Gus kamu bukain baju Endang ya, ga usah malu-malu, BH dengan CD-nya juga ya.. sampe Endang telanjang.. kaya kamu", katanya sambil tertawa kecil padaku.

Saya langsung membukakan pakaian Teh Endang. Pertama kemejanya, roknya, lalu terlihat BH dengan payudara yang menantang dan CD yang menutupi gundukan vaginanya. Penis saya seperti ingin meledak ketika saya mencopot BH dan CD-nya. Terlihatlah payudara yang sexy dan vaginanya yang mulus tanpa bulu. Ternyata Teh Endang rajin mencukur bulu-bulu disekitar vaginanya. Belahan vaginanya terlihat jelas membagi dua kedua pahanya. Lalu dengan jalan yang dibuat-buat, Teh Endang melangkah ke kasurnya dan langsung berbaring sambil mengangkangkan kedua pahanya. Terlihat jelas vaginanya terbelah dan terlihat bibir bagian dalamnya tentu saja klitorisnya. Secara tidak sengaja saya memperhatikan sekitar ruangan kamar itu dan di meja riasnya terdapat beberapa penis mainan dari karet yang membuat saya tertegun sejenak.

"Gus kamu mau liatin kamar Endang aja atau mau sama Endang?", katanya yang membuat aku sadar sejenak.
"Masa body Endang dianggurin sih.. kamu ga mau sama ini..", katanya sambil menggosok-gosok vaginanya.
"Ayo Gus buat Endang puas, masa si Yuyun dikasih tapi Endang nggak..", rayunya.
"Cepet Gus..", katanya. Terlihat vaginannya sudah mulai basah karena gosokannya sendiri.
"Teh Endang, siap ya..", kataku sambil menindih badannya.

Kami berdua langsung berciuman dengan liar dan tangan kami masing-masing mencari bagian dari badan kami yang kami anggap dapat memuaskan nafsu. Lidah kami beradu dan liur kami pun sudah menyatu. Ternyata Teh Endang memiliki ciuman yang hebat. Saya tak kuasa dibuatnya. Ia mengambil alih setiap ciuman kami. Saya hanya bisa menggunakan tangan saya untuk menyentuh dan meremas payudaranya sehingga terkadang ciumannya terhenti saat saya tangan saya bergelut dengan puting payudaranya.

"Ehhmm.. yaahh.. ssiipp.. truss.. Gus.. ayo.. ter.. rus.. remes.. yang.. kenceng.. dua.. duanya.. jugaa.. ehhmm.. oohh..", desahnya dibalik ciumannya.
Ciumanku terus berlanjut ke leher dan telinganya. Setiap bibir saya menyentuh telinganya, badannya langsung bergelinjang. Ternyata titik rangsangannya terbesar ada di sana.
"Gus jangan di kuping terus.. gelii.. gellii.. ehhmm.. ge.. llii.. eehheemm.. aahh..", desahnya.
Lalu saya berpindah menciumi payudaranya dan sedikit menggigit putingnya.
"Ahh.. iyyaahh.. ahh.. iyyaahh.. iyahh.. iyyaahh.. oohh.. iyyaahh..", desahnya dan lama-lama menjadi sebuah teriakan.
"Gus Endang mau pipis.. pii.. ppiiss.. eehh.. eehh.. eehheehh.. aa", desahnya panjang.

Ternyata Teh Endang orgasme, badannya naik ke atas lalu dibanting ke bawah dan ini dilakukannya berkali-kali sambil berteriak. Badan saya terdorong ke atas berkali-kali. Lalu badannya menegang dengan teriakan panjang, sesudah itu terdiam sejenak sambil merasakan orgasmenya. Tubuhnya memerah dan banyak keringat yang keluar.

"Gus udah ga usah diciumi lagi, cepet masukin punya kamu ke memek Endang.. cepet.. cepet..", katanya sambil memeluk badanku.
Tetapi saya langsung menuju vaginanya dan menjilat permukaan vaginanya yang telah basah akibat orgasmenya tadi.
"Gus kamu ngapain.. oohh.. jangan.. eehh.. eehh.. eehhmm..", desahnya karena perlakuanku itu.
"Ka.. mmu.. jahh.. hat.. Endang.. dahh.. gak.. eehh.. kuat.. ka.. mmuu.. nyiksa.. eehhmm..", katanya.
"Ahh nikmat.. eenn.. nakk.. ehhmm.. eehhee.. trus.. jilat.. jilat.. jilat.. jiillaat.. memek Endang..", desahnya.
Lidah saya terus memburu vagina Teh Endang. Klitorisnya saya gigit, jilat, hisap dan sekali-sekali saya jepit dengan bibir saya.
"Iyahh.. heehh.. hhee.. eehhmm.. hhmm.. isep.. kacangnya.. kacang.. Endang.. trus.. oohh.. aahh.. ss.. ss.. eehhmm", desahnya sambil menggerakkan badannya kekiri dan kekanan.
"Aahh..", teriaknya panjang.

Teriakan itu mengangetkan saya dan ternyata ia orgasme lagi. Cairan di vaginanya banyak sekali dan membuat sekitar bibir dan mulutku basah. Langsung saya jilat sampai habis cairan itu. Terasa asin tetapi lama-kelamaan rasanya hilang. Cakaran Teh Endang menghujam punggung dan leher saya. Dalam hati saya berkata bahwa hari ini saya mendapat banyak sekali cakaran dari dua orang wanita.

Lalu Teh Endang menarik kepala saya dan kamipun berciuman dengan lebih liar. Tiba-tiba Teh Endang membalikan badan saya sehingga dia berada diatas saya. Melihat penis saya yang berdiri tegak, Teh Endang langsung melebarkan pahanya sehingga vaginanya tepat berada di atas penis saya. Langsung ia mendorong vaginanya ke arah penis saya dan lama-kelamaan penis saya sudah hilang di telan vaginanya. Saya lupa memakai kondom yang tersisa dua buah lagi. Tetapi saya meyakinkan diri bahwa saya dan dia bersih. Teh Endang menggerak-gerakan pinggulnya naik turun dan kanan kiri. Terasa sangat nikmat dan tak terbayangkan rasa yang saya alami, maupun dia.

"Gus.. gimana.. ennakk.. ga.. memek.. Endang.. eehhmm.. eehh..", katanya.
Saya hanya mengangguk dan berusaha menaikkan pinggul saya agar penis saya masuk lebih dalam lagi. Setiap gerakan kami berdua selalu dibarengi dengan bunyi seperti "Pok.. pok.. pok.. cplak.. cplak".
Kejadian itu berlangsung lama sehingga Teh Endang orgasme sebanyak dua kali lagi. Dua kali pula penis saya disiram oleh cairan hangat di dalam vaginanya. Lalu selang beberapa lama Teh Endang akan orgasme lagi.

"Gus Endang.. mau.. pipiss.. pi.. piss.. eehh..", katanya.
"Bareng ya, saya juga dah mau nih..", kataku.
"Keluarin.. di.. luar.. aja.. ya.. ehhmm..", kataku.
"Teh saya keluar..", kataku. Pada saat saya hendak menarik penis saya, Teh Endang menjatuhkan badannya dan memeluk dengan erat, sambil mencium saya, dan kakinya merangkul kedua kaki saya.
"Croott.. crroott.. crroott..", sperma saya muncrat di dalam vaginanya dengan tertancap sempurna. Seluruh batang penis saya berada di dalam vaginanya. Cairan kami menyatu dan banyak sekali. Terasa hangat batang penis saya.
"Gus di dalem memek Endang ada yang anget-anget.. eehh.. ennak banget rasanya.." Katanya setelah merasakan muncratnya sperma saya di dalam vaginanya.

Langsung saya terbangun dan menarik penis saya. Saya kaget karena kaluarnya sperma si dalam vaginanya. Saya takut apabila Teh Endang dalam masa subur dan akibatnya, HAMIL! Dalam otak saya terbayang apabila Teh Endang hamil maka saya harus bertanggung jawab atas hal itu.

"Gus kamu knapa.. kamu nyesel main sama Endang?", tanyanya melihat tingkahku yang gugup.
"Teh Endang maaf ya.. tadi keluarnya di dalem.. kan bisa hamil.. maaf saya khilaf.. tapi saya akan bertanggung jawab koq", kataku menjelaskah dengan tidak pasti.
Teh Endang hanya tersenyum dan menatapku penuh keluguan. Melihat itu saya bertambah gugup dan malu.
"Koq Teh Endang cuma senyum doang, ada yang salah ya?", kataku keheranan.
"Kamu emang anak yang baek, tapi kamu gak usah kuatir, Endang pake KB loh..", katanya menjelaskan.
"Kamu lucu yah kalo lagi gugup.. makanya Endang ketawain kamu.. maap ya Gus..", tambahnya lagi.

Mendengar itu rasanya pikiran saya seperti lega dan akan meledak. Saya baringkan badan saya karena puas atas jawaban Teh Endang dan saya terus membodohi diri sendiri sekaligus menutupi rasa malu saya. Teh Endang menindih badan saya dan mencium dada saya yang bidang lalu kami berdua berciuman mesra. Lalu kami mandi bersama dan di sana kami melakukannya lagi berberapa kali.

Setelah itu kami berdua makan bersama. Teh Endang menyuruh Yuyun memasakkan hidangan nasi goreng yang menurut Teh Endang masakan Yuyun sangat enak. Selama makan Teh Endang bercerita bahwa dia dan teman-teman sebayanya adalah hypersex. Yang lebih gila lagi, teman-temannya rela membayar seorang gigolo untuk memuaskan nafsu mereka. Tetapi Teh Endang tidaklah demikian. Teh Endang lebih berhati-hati dalam memilih teman kencannya dan tidak sembarangan dibandingkan mereka. Dan kadang-kadang teman-temannya sering mengunjungi Teh Endang atau sebaliknya dan rencananya saya akan dikenalkan pada mereka.

Beberapa hari berjalan, saya dan Teh Endang sering melakukan hubungan intim di rumahnya untuk memuaskan nafsu kami berdua. Kadang bila Teh Endang belum pulang, saya menunggunya sambil mendapatkan servis memuaskan dari si Yuyun. Bermacam gaya kami lakukan dan dimanapun tempatnya, di kamar, garasi, ruang tamu, kamar mandi, dapur dan tempat yang kami anggap aman, baik dengan Teh Endang maupun Yuyun.

*****

Baiklah sampai disini dulu cerita saya, di lain waktu saya akan menceritakan pengalaman saya yang lain, terutama dengan teman-temannya Teh Endang sampai akhirnya saya menjadi langganan tetap mereka. Saya juga ingin mengajak rekan-rekan sekalian untuk melakukan sex aman karena akibatnya dan berbagai macam penyakit telah kita ketahui bersama. Bisa dibilang saya mewakili WHO dalam tanda kutip. Apabila ada kritik dan saran atau cuma ingin berkenalan bisa langsung ke alamat e-mail saya, terima kasih.

Salam "Save Sex"!
=== TAMAT ===

Friday, January 7, 2000

Pengalaman Mengejutkan 2

Setelah berkata demikian terasa sekali selangkangan Yuyun basah total, seperti ada cairan yang lebih banyak keluar dari vaginanya. Ternyata Yuyun orgasme yang kesekian kalinya. Saya tidak tahu apakah dia sudah orgasme sebelum ini. Cairan itu menjalar keseluruh bagian selangkangannya lalu menjalar ke pahanya dan juga berkumpul dipantatnya. Lalu badannya bergetar dan terdiam sejenak sepertinya ingin merasakan kepuasan yang ada saat orgasme.

Sesudah itu ia tersenyum manja kepadaku dan berkata, "Gus.. kamu dah belum?".
"Ya belum dong, orang kontol gue aja belum ngerasain memek Yuyun..", kataku sambil memelintir puting payudaranya.
"Ahh.. ehhmm.. ya udah cepetan masukin Gus.. tapi cepet ya takut Bu Endang dateng..", katanya sambil membuka kedua pahanya dan melebarkan vaginanya yang sudah basah.

Lalu saya arahkan penis saya kearah vagina Yuyun yang telah merekah. Pada saat penis saya menyentuh bibir dalam vaginanya, terdengar bunyi klakson mobil. Ternyata Teh Endang pulang. Dengan cepat kami berdua berpakaian dan Yuyun terlebih dahulu keluar kamar dan segera membukakan pintu garasi.

"Yun, kamu jangan kasih tau Teh Endang ya kalo kita berdua..", kataku kepadanya.
"Tenang aja Gus, Yuyun mulai suka koq, abis Yuyun udah lama ga gituan..", katanya setelah memotong perkataanku tadi.

Saya keheranan setelah mendengar perkataan Yuyun bahwa ia "Sudah lama ga gituan". Sambil keluar kamar saya masih berfikir tentang perkataan itu. Teh Endang masuk ke rumah dan menemuiku.

"Nah kan gampang Gus, tuh lukisannya udah selesai, makasih ya..", kata Teh Endang sambil tersenyum manis padaku.
"Nih buat kamu..", sambil menyerahkan sesuatu padaku.
"Wah jadi ngerepotin Teh Endang nih.. he.. he.. he.. makasih..", kataku.
Ternyata sepotong besar kue Black Forest. Dalam hati saya berkata, "Tau aja dia kesukaan gue..".
"Endang tau.. kamu kan badannya gede.. jadi doyan makan dong", katanya.
Setelah itu saya berpamitan pulang walau saya ditahan untuk tidak segera pulang oleh Teh Endang. Dengan alasan sudah agak sore, akhirnya saya diijinkan pulang.

"Kapan-kapan mainlah kemari Gus, kita ngobrol trus ngegosip dulu", katanya.
"Iya Teh Endang, saya suka koq main kemari", jawabku sambil menatap Yuyun yang hanya tersenyum.
Pada saat saya melangkah keluar gerbang rumah, Teh Endang memberikan senyum manisnya padaku dan tiba-tiba Yuyun berkata, "Makasih ya Gus..".

Saya hanya tersenyum karena ucapan Yuyun tadi mengandung arti yang hanya dimengerti oleh kami berdua saja. Saya meninggalkan rumah dengan sesuatu yang mengganjal, yaitu kepuasan yang menggantung karena saya belum merasakan kepuasan yang seutuhnya dan hilang begitu saja di depan mata, eh maksud saya di atas ranjang..

*****

Suatu hari, saya lupa harinya, saya sedang tidak kuliah juga. Saya bermain kerumah Teh Endang lagi.
"Permisi..", salamku. Sampai lima kali tidak ada yang menyahut. Dalam hati saya bilang apabila yang keenam kali tidak ada yang menyahut maka saya akan pulang saja.
"Permisi..", kataku lagi dengan agak sedikit keras.
"Iya.. Iya.. tunggu sebentar..", terdengar suara Yuyun samar-samar.
Yuyun berlarian menuju pagar dan membukakan pintu.
"Tadi saya udah denger koq, saya baru selesai mandi trus buru-buru deh..", katanya.
Memang terlihat rambutnya yang masih basah dan tercium wangi sabun mandi yang masih wangi.
"Maaf Yun, eh Teh Endang ada ga?", tanyaku sambil masuk kedalam rumah.
"Tadi Bu Endang pergi, katanya mau ketemu temannya.. gitu", jelasnya.
"Agus mau ketemu Teh Endang apa aku?", katanya lagi.
"Ngapain ketemu kamu Yun, rugi..", kataku sedikit bercanda.
"Ah kemaren aja cuma ditongengin sedikit aja udah kaya orang kemasukan setan gerayangin badan saya..", katanya.
"Iya sih, tapi saya lagi ga mut ah, mau ngobrol aja..", kataku.

Setelah berbicara panjang lebar dengan Yuyun, saya tahu banyak tentang dia. Yuyun ternyata janda tanpa anak. Dia kawin muda karena dijodohkan oleh kedua orangtuanya. Suaminya di desa kawin lagi dengan wanita lain. Mendengar itu saya jadi mengerti semua. Ketika saya tanya tentang Teh Endang ternyata juga janda dan sudah menikah dua kali. Pada perkawinan pertama Teh Endang kawin dengan bule keturunan Australia tetapi ditinggal suaminya kembali ke negaranya dan tidak ada kabar. Pada perkawinan kedua Teh Endang menikah di Bandung tetapi mereka bercerai atas kemauan Teh Endang karena mantan suaminya itu telah memiliki istri terlebih dahulu. Juga tanpa dikarunuai anak. Pada perkawinan inilah Yuyun baru ikut Teh Endang di Bandung.

Selama Yuyun menjelaskan tentang hal tersebut, saya baru sadar bahwa setelah saya perhatikan badannya ternyata terlihat samar-samar puting payudaranya yang hitam. Ternyata Yuyun tidak menggunakan BH karena tadi tergesa-gesa membukakan pintu untuk saya. Saya jadi bertanya-tanya jangan-jangan Yuyun tidak Memakai CD juga. Lalu saya mencari cara untuk mengetahuinya. Saya akan membuat dia berdiri.

"Yun, ambilin minum dong, air putih aja deh..", kataku.
"Oh Iya lupa.. tunggu ya", katanya sambil bergerak menuju dapur.

Yuyun jalan membelakangi saya dan ternyata memang benar Yuyun tidak memakai CD karena dari belakang terlihat belahan pantatnya dengan pantat yang besar. Saya langsung terangsang. Saya ikuti ke dapur. Pada waktu Yuyun membelakangi saya, langsung saya peluk dia. Saya langsung meremas kedua payudaranya dari belakang dan menciumi lehernya sambil menggesekan penis saya yang masih terbungkus celana ke belahan pantat Yuyun.

Yuyun kaget tetapi dia membiarkan saya. Ia malah berpegangan pada meja dapur dan agak sedikit membungkuk. Tangan Kiri saya langsung turun membuka bagian bawah dasternya dan menyusup diantara kedua pantatnya untuk mempermainkan vaginanya yang masih kering. Wangi sabun dibadannya masih terasa dan membuat saya bertambah nafsu.

"Ahh.. mmhh.. Gus.. ka.. mu.. dah.. mau ya.. eehh.. eehhmm.. terus.. aahh.. terr.. rruuss.. eehhee.. mmhh..", desahnya.
Terasa vaginanya sudah mulai basah dan licin. Langsung jari tengah saya susupkan kedalam lubang vaginyanya. Saya buat keluar masuk secara perlahan.
"Aahh.. ennaak.. mmhh.. ennakk.. Gus.. terus.. cepet.. cep.. pet.. aahh.. aahh..", desahnya.
Setelah itu badan Yuyun terasa menegang dan agak mendesis.
"Gus.. aahh.. pipis.. aahh.. pi.. pis.. iyaahh.. oohh..", desahnya sambil menjepit jariku dengan kedua belahan vaginanya dengan bantuan kedua pahanya. Yuyun orgasme yang pertama kali.

Setelah itu langsung saya balik badannya dan menaikan badannya ke atas meja dapur. Saya hanya memelorotkan celana saya agar penis saya keluar dan ternyata sudah tegak dan keras. Saya ambil kondom dari dompet dan langsung memakainya. Setelah itu saya langsung mengarahkan penis saya ke belahan vaginanya yang telah basah. Perlahan tapi pasti penis saya masuk seluruhnya ke dalam vaginanya. Memang mudah karena vaginanya sudah licin dan Yuyun sudah tidak perawan lagi tetapi tetap saja membuat saya merem-melek dibuatnya. Lalu saya diamkan penis saya di dalam vagina Yuyun yang tertancap dalam. Lalu saya mengerayangi seluruh muka, payudara, putingnya sampai meremas-remas kedua pantatnya yang besar. Yuyun hanya bisa meremas kedua pantat saya dan agak sedikit mencakar. Sakitnya sudah tidak saya hiraukan lagi.

"Oohh.. eenak.. ee.. nakk.. udah lama.. oohh.. ga.. main.. penismu.. nik.. mat Guss.. ss.. ss.. emmhh..", desahnya yang sudah kacau.
"Terus isep.. iss.. sseepp.. teteku.. gigit.. ce.. pet.. gi.. git.. aahh.. mmhhmm..", Katanya.
Lalu saya plintir puting payudaranya menggunakan bibir saya dan sekali-sekali saya gigit dengan agak sedikit gemas.
"Iya.. terus.. ss.. mmhhmm.. eehheehh.. Gus.. mo pipis lagi.. ga ku.. at.. aahh..", katanya sambil menegangkan badannya.
Penis saya seperti disiram oleh cairan hangat dan itu membuat saya tak kuasa untuk menggerakan penis saya di dalam vagina Yuyun.
"Gus uudahh.. kocok vagina Yuyun.. Yuyun udah ga tahan mo dikocok sama kontol kamu.. mmhhmm..", desahnya.

Langsung dengan cepat saya gerakkan penis saya keluar masuk vagina Yuyun. Sesekali saya tarik penis saya dan dengan cepat saya tancapkan lagi ke vaginanya. Ini saya lakukan secara mendadak yang membuat Yuyun berteriak kecil.

"Auwww.. mmhhmm.. auuwww.. ahh.. eehh.. gila.. kontolmu mentok Gus.. sakit.. sakit.. ahh.. eenn.. akk.. bag.. nget.. sshh..", desahnya tiap kali saya buat gerakan itu.
"Gus.. mo.. pippiss.. ga.. tahhan.. stop.. stop.. mmhhmm.. aahh.. aahh..", katanya.
"Kita bareng ya Yun.. oohh.. tu.. wa.. ga.. aahh..", kataku.
"Croot.. crroott.. crroott.. serr.. serr.. seerr..", cairan kami berdua keluar dengan derasnya di dalam vaginanya.

Kami berdua berpelukan erat saat itu. Yuyun memeluk dan mencium saya dengan erat dan tangannya mencakar punggung saya juga kakinya yang membelit pinggang saya dengan keras. Saya juga melakukan hal yang serupa dengannya sambil saya angkat badannya sedikit menggendong. Penis saya terasa dihisap oleh vaginanya dan serasa akan lepas ditelannya. Kami berdua mengerang dalam ciuman. Liur kami berdua bercampur baur tak terkira. Lidah kami berdua serasa ingin membelit satu sama lain. Kami berdua sudah tidak menghiraukan apakah teriakan kami berdua terdengar sampai ke luar ruangan. Rasanya tak terkatakan walau ditulis berhelai-helai kertas. Hanya kami berdua saja yang bisa merasakannya.

Setelah beberapa lama, penis saya masih tertancap di dalam vaginanya, kami berdua mulai melonggarkan pelukan itu dan kami berdua saling bertatapan. Kami berdua tersenyum sambil diselingi dengan beberapa ciuman kecil.

"Gus kamu hebat, Yuyun sampe berapa kali pengan pipis", katanya disela sela ciuman kami.
"Kamu juga hebat, memek kamu tau aja kesenangan penis saya, "Kataku.
"Gus, yang terakhir tadi.. itu paling enak, bener..", katanya.
"Iya saya juga ngrasa gitu, nih liat kontol saya masih di dalem memek Yuyun", kataku sambil memperhatikan penis saya.
"Gus jangan dicabut ya.. masih nikmat..", katanya sambil tersenyum.
"Udah ah, takut kondomnya bocor kelamaan di dalem", jawabku.
"Emangnya bisa bocor Gus?", kata Yuyun bertanya penasaran.
"Bisa kali, kalo bocor ntar kamu hamil loh.. mau kamu hamil?", tanyaku.
"Saya ga mau ah, tapi kalo bikinnya saya mau banget..", jawabnya sambil melirik padaku.
"Sama dong..", kataku sambil menciumnya.

Kami berdua berjalan menuju kamar mandi dalam keadaan bugil. Terlebih dahulu saya buang kondom itu di tempat sampah dapur. Lalu kami berdua mandi bersama yang tentu saja diselingi dengan gerakan-gerakan nakal. Setelah kami kaluar dari kamar mandi dan akan menuju kamar Yuyun, kami berdua terkejut oleh keberadaan Teh Endang yang sedari tadi berdiri menyaksikan kami brdua dalam keadaan bugil.

"Apa yang kalian lakukan berdua?", katanya sambil membentak.
Kami berdua tidak menjawab sepatah katapun karena kami sudah tertangkap basah.
"Yuyun, sana kamu ke kamar kamu!", katanya kepada Yuyun.
Yuyun berlari kecil sambil menutupi badannya langsung menuju kamarnya.

Thursday, January 6, 2000

Pengalaman Mengejutkan 1

Di rumah, saya tinggal dengan kedua orang tua dan dua orang adik perempuan, kedua orang tua saya bekerja dan kedua adik saya masih duduk dibangku sekolah, sedangkan saya kuliah di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Nama saya Agus (bukan nama asli). Kami tinggal disebuah komplek perumahan yang tidak begitu elit di Bogor. Rumah kami saling berdekatan dengan tetangga sebelah dan kami cukup mengenal satu sama lain sehingga terkadang kami saling membantu, mereka datang kerumah atau sebaliknya.

Kejadiannya lima tahun yang lalu, suatu ketika tetangga saya pindah rumah. Tepatnya berselang dua rumah dengan rumah saya. Dalam beberapa hari rumah itu kosong dan yang tersisa hanya sebuah lampu bohlam yang terus menyala di teras rumahnya. Saya tahu karena rumah itu selalu saya lalui kalau pulang kerumah. Persisnya satu minggu setelahnya, Rabu siang hari, disebelah rumah agak sedikit berisik. Saya kebetulan sedang tidak kuliah penasaran apa yang terjadi disana. Ternyata ada yang mengisi rumah itu. Saya hanya menonton mereka yang sedang memindahkan barang-barang kedalam rumah. Setelah saya tanya ternyata rumah itu dibeli oleh seorang wanita yang rencananya rumah tersebut akan ditempati oleh saudaranya.

Sore hari keesokan harinya ketika saya hendak pulang, seperti biasa saya melewati rumah itu. Terlihat seorang wanita, umurnya berkisar 30 tahunan. Saya secara spontan menemuinya dan memperkenalkan diri saya. Kurang lebih lima menit saya berbicara dengannya. Namanya Endang, walau lebih tua dari saya tetapi dia tidak mau dipanggil "Teteh". Tapi saya bersikeras untuk tetap memanggilnya dengan sebutan itu. Bentuk tubuhnya lumayan "Bahenol", wajahnya manis dan murah senyum, dan dari situ saya tahu bahwa dia hanya berdua dengan seorang pembantu rumah tangga. Beberapa hari selanjutnya keluarga kami sudah cukup mengenal teh Endang begitu juga para tetangga yang lain.

Suatu hari saya sedang tidak kuliah jadi saya santai dirumah, kebetulan saya dirumah sendiri, teh Endang datang kerumah ingin meminta pertolongan.
"Puunteen..", katanya dengan suaranya yang halus dan logat daerahnya yang kental.
"Eh.. teh Endang, ada apa ya?", sahutku.
"Lho Agus ngga kuliah?", tanyanya penasaran.
"Engga teh.., engga ada kuliah hari ini, ada apa teh?", tanyaku lagi.
"Agus bisa bantu Endang ga?", katanya dengan sedikit canggung.
"Kalo bisa saya bantu kenapa engga teh!", kataku untuk meyakinkan dia.
"Bener nih? di rumah banyak kursi yang masih berantakan.. jadi Endang minta tolong diatur biar ga berantakan.. soalnya ngehalalangan jalan", katanya dengan memelas.
"Kan Agus gede badannya jadi Endang minta tolong ya.. enteng koq", tambahnya sambil menepuk pundakku.
"Masa suka pitnes ga kuat sih!", katanya sambil tersenyum manis padaku.

Melihat senyuman itu sebagai seorang laki-laki saya tertantang dan saya langsung berkata "Ya" walau dalam hati dan saya yakin semua laki-laki apabila mengalaminya akan sama reaksinya dengan saya.
"Iya deh teh, saya bantu..", jawabku dengan sedikit kasihan melihat raut mukanya.
"Bener nih?", katanya untuk meyakinkan saya.
"Ya udah kalo ga mau mah teh..", kataku untuk memancing dia.
"Eh.. Agus ga marah kan, soalnya takut ganggu kamu, yuk..", katanya sambil mengajakku kerumahnya.

Setelah sampai dirumahnya saya heran karena semua perabotan rumahnya telah tertata rapih. Saya merasa tertipu dan agak menyesal atas kejadian itu. Tetapi saya melihat sebuah lukisan yang belum tergantung. Lukisan itu lumayan besar dan saya perkirakan memang agak berat untuk diangkat oleh teh Endang.
"Aduh maap ya Gus, bukannya Endang boong sama Agus.. cuma emang lukisannya mau digantung berat sekali.. jadi Endang bilang kursi bukannya lukisan.. ga pa pa kan Gus?", katanya sambil menjelaskan hal itu.
"Ooh.. ya ga pa pa sih teh, cuma teteh bilang aja.. ga usah malu-malu.. kita kan tetangga harus saling tolong", kataku.

Lalu teh Endang menyerahkan beberapa buah paku, palu, dan tidak lupa lukisan yang berat itu. Lalu teh Endang masuk kekamarnya.
Saya mulai bekerja dan tiba-tiba teh Endang keluar sambil berkata, "Gus maap ya Endang tinggal dulu, soalnya ada perlu sebentar, kalo perlu apa-apa tinggal minta si Yuyun aja yah", katanya.
Dari situ saya baru tahu nama pembantunya.
"Nanti Endang kasi oleh-oleh deh buat Agus", Tambahnya sambil tersenyum keluar rumah.
Lalu dia berteriak kepada pembantunya bahwa dirumah ada saya sedang memasang lukisan itu dan dia pun pergi sambil membawa mobil sedannya.

Setelah pembantu itu menutup pintu garasi rumah lalu ia masuk dan menemuiku.
"Agus maaf ya, ga bisa saya temenin soalnya banyak yang musti dikerjain nih.. kalo perlu sesuatu panggil saya aja yah!", katanya.
"Eh.. iya Mbak, silahkan..", kataku sambil memperhatikannya.

Dia berbalik lalu berjalan ke arah kamarnya didekat ruang dapur. Saya perhatikan memang umurnya agak sedikit lebih tua dari saya dan bentuk tubuhnya agak montok dan berisi. Setelah beberapa lama selesai juga lukisan itu tergantung di dinding. Saya mulai merasa haus. Saya panggil si Yuyun tetapi dia tidak menyahut. Lalu saya menuju dapur dan ternyata ada kulkas di sana. Ketika selesai minum saya mendengar seperti suara percikan air dan ternyata memang dari kamar mandi. Si Yuyun memang sedang mandi. Kemudian tidak tahu dari mana datangnya, saya mulai penasaran ingin mengintip si Yuyun. Saya membayangkan tubuh Yuyun yang tadi masih memakai pakaian lalu saya membayangkan bagaimana tubuhnya apabila telanjang bulat. Badan saya langsung memanas dan gemetar sambil berusaha mencari celah untuk mengintip. Tetapi sayang sekali tidak ada satu celah pun, kemudian saya berfikir untuk melihat Yuyun berganti pakaian dimana lagi selain di kamarnya.

Saya mencari kamarnya dekat dapur. Saya mendapatkan hanya satu kamar disitu dan saya berkesimpulan bahwa itu memang kamarnya. Saya masuk kamar itu lalu saya mencari tempat yang bagus untuk bersembunyi. Akhirnya saya bersembunyi dibawah kasurnya. Beberapa menit kemudian Yuyun masuk kamar dan mengunci pintunya. Pertama hanya terlihat kedua kakinya saja lalu tiba-tiba terlihat handuknya yang terbelit di badannya dilepasnya, karena handuknya seperti berputar-putar mengelilingi badannya lalu bunyi seperti sebuah benda yang dilemparkan ke kasurnya. Saya yakin si Yuyun dalam keadaan telanjang. Dengan nafas yang memburu saya berusaha mengintip dari bawah kasurnya.

Setelah berusaha saya melihat badannya yang membelakangi saya sedang memilih pakaian dalamnya. Saya hanya melihat bagian (maaf) pantatnya saja yang besar dan padat juga sedikit bagian payudaranya dari arah belakang. Payudaranya memang besar sekitar 36B tetapi saya yakin lebih besar dari itu. Lalu dia agak sedikit menungging dan dari belahan pantatnya terlihat bulu-bulu halus mengelilingi vaginanya yang hanya terlihat sebagian dari belakang. Vagina itu terjepit oleh pantatnya sehingga hanya berbentuk garis hitam saja dan kebetulan bulu-bulu yang mengelilinginya tidak banyak. Tiba-tiba dia jongkok lalu terbukalah vagina Yuyun. Saya yang dari tadi memperhatikannya sudah tidak kuat lagi sepertinya saya ingin menyentuh dan memegang seluruh tubuh Yuyun. Badannya yang sintal serasa memanggil saya untuk menyentuhnya. Penis saya serasa ingin bergerak bebas. Penis saya sudah tegang dari tadi tetapi terasa sakit karena terhalang celana dan tertahan oleh ubin. Dalam hati saya ingin keluar dari tempat persembunyian lalu saya menyetubuhinya hingga saya puas. Apakah saya berani?

Saya mencoba bertahan untuk tidak melakukannya tetapi apa boleh dikata keinginan saya untuk berbuat lebih besar. Lalu saya kaluar secepat mungkin lalu saya memeluk badan Yuyun dari belakang sambil mulutku menciumi lehernya, tangan kanan saya meremas payudaranya, dan tangan kiri saya mulai membelah vaginanya dengan dua jari dan memasukan jari tengah ke dalam lubang vaginanya. Yuyun kaget dan sudah terlambat untuk menghindar dari perlakuan saya.

"Eh.. siapa.. eehh.. ja.. ngan.. aahh.. oohh.. oohh..", suaranya sambil berusaha membalikan badannya.
"Kamu sexy.. mmhh.. ssllrrpp.. mmhh.. jangan takut.. gue bikin lu puas Yun.. mmhh.. sslrrpp..", bisikku sambil terus mencumbunya dan menggerayangi seluruh tubuhnya.
"Ku.. rang.. ajar.. ehh.. mmhhehh.. oohh.. aughh.. le.. pas.. in.. haahh.. aahh.. mmhh.. aahh..", katanya sambil terus mencoba membalikan badannya.

Dari desahannya saya muai yakin bahwa Yuyun sebentar lagi akan menjadi santapan yang lezat untuk memenuhi nafsu birahi saya. Terlihat dorongan Yuyun sudah mengendor dan yang terdengar hanya desahannya saja yang membuat saya makin bernafsu. Setelah Yuyun lemas tak berdaya seluruh tangan saya lepaskan dari badannya lalu saya membopongnya ketempat tidurnya. Setelah badannya saya rebahkan ditempat tidur saya melihat Yutun sudah pasrah dan terlihat air mata yang keluar dari matanya. Sepintas saya merasa kasihan tetapi saya sudah tidak dapat berfikir panjang lagi melihat badan yang sudah telanjang bulat dan pasrah ada didepan saya dan siap untuk dinikmati.

Lalu saya membuka seluruh pakaian dan sayapun telanjang sudah. Lalu saya mendekati badan Yuyun dan menindihnya lalu saya cium seluruh wajahnya. Kedua tangan saya memegang kedua tangannya sehingga penis saya dan vaginanya hanya bersentuhan dan bergesekan. Dari vaginanya sudah banyak cairan yang keluar yang menandakan dia sudah terangsang oleh perlakuan saya tadi. Bibirnya saya cium dan langsung saya kulum sihingga lidah saya secara leluasa masuk kedalam mulutnya. Saya tidak menyangka ternyata Yuyun membalas ciuman saya tadi sehingga kami bergelut dalam ciuman yang sangat bernafsu. Lidah kami berdua seakan menyatu dan berusaha untuk mendapatkan apa yang kami cari, KEPUASAN..

Setelah kami berciuman, kedua tangan saya langsung saya arahkan kearah ketiaknya sambil sedikit mengelitiknya. Bibir saya secara liar menjalar ke payudaranya secara bergantian.
"Oohh.. eehh.. mmhh.. Gus.. aahh.. aahh.. aahh..", desahnya.
"Gimana Yun enak kan?", tanyaku padanya.
"Ee.. nn.. aakk.. ahh.. mmhh.. Gus.. ja.. ngan.. brenti.. aahh.. oohh.. aahh..", desahnya dengan agak sedikit berteriak.
"Ehh.. Yun.. jangan teriak-teriak dong, nanti banyak yang denger..", kataku sambil melihat sekeliling kamar.
"Abis.. ennakk.. eennaakk.. enn.. eenn.. nnaakk..", desahnya lagi tetapi sekarang sambil berbisik.
Setelah Yuyun berkata demikian badannya terasa terangkat dan pinggulnya mendorong-dorong badan saya.
"Eehh.. eehh.. mmhh.. Gus Yuyun mau pipis.. adduuhh.. aahh.. pipiss.. ppiiss.. mmhh.. pi.. ppiiss..", desahnya lagi.

Wednesday, January 5, 2000

Pengalaman Nikmat Dengan Janda

Kisah percintaanku dengan wanita setengah baya sangat mendebarkan. Setidaknya itu menurutku.Karena untuk bisa tidur dengan mereka, aku harus melakukan berbagai rayuan halus.Berikut adalah kisahku dengan Ella, seorang janda dengan satu orang anak.
Ella, 35th, adalah seorang wanita sederhana. Wajahnya keibuan dengan kulit
kuning langsat.Entah kenapa aku punya hasrat tinggi padanya. Padahal kami selama ini hanya berteman biasa. Itu berawal ketika kami sedang berkumpul di sebuah villa. Kami kebagian satu kamar bersama.

Kamu cantik sayang,pujiku pelan ke telinganya.
Sementara si kecil tertidur di ranjang kecil di samping kami.
Ella menyandarkan kepalanya di bahuku. Kuusap kepalanya yang terbalut jilbab biru itu.Tubuh ramping padat itu kupeluk erat. Ella menoleh ke arahku.Tapi bibirnya masih kelu. Ia membiarkan aku mengendalikan suasana yang romantis.

Pelan-pelan kami berpagutan lembut. Ella memejamkan mata, memainkan bibirku yang basah.
Tanganku meremas-remas payudaranya yang masih tertutup jilbab itu.
Ella terperanjat, tapi mengerti keinginanku. Kemudian, dilepasnya penutup kepala dan jilbabnya.
Sepasang buah dada dibalut bh warna putih terpampang indah di depan mataku.
Ella memajukan dadanya ke arah wajahku dan membenamkan wajahku.
Oh, aroma payudara yang segar menerpa hidung dan bibirku. Kujilati seluruh bh dan sebagian gumpalan daging kenyal itu.

Ella mendesis, menikmati perlakukanku.
Harus kuakui ukuran payudara janda manis ini besar, 36C. Tentu saja aku semakin tergoda untuk menjilati putingnya.
Ella melepas bh itu dan terjatuh di atas lantai.
Kamu suka kan?tanyanya menggoda.
Ya, aku suka yang besar seperti ini,sahutku.

Puting coklat muda itu lantas kusergap dengan bibirku. Kujilati dengan leluasa, penuh perasaan. Ella mencoba menahan gejolak akibat perlakukanku. Desahan nafasnya semakin memburu.
Tanganku yang kanan meremas-remas buah dadanya yang satu lagi.ouhhhggluar biasa kenyal dan padat.
Aku membiarkan Ella melepas restleting jinsku. PEnisku yang keras di dalam cd menanti sentuhan lembut jemarinya.
Boleh kan sayang?tanyanya menggoda.

Aku senyum dan sejurus kemudian, aku mabuk dibuatnya.
Betapa tidak Ella, menggenggam penisku yang besar dengan tangan kanannya. Dengan lembut dielus-elusnya, terutama di bagian kepala penisku yang memerah.
Si kecil terbangun dan memandangi aksi ibunya. Tapi Ella hanya menatap buah hatinya itu sekilas, karena ia kemudian telah menjilati bagian-bagian penisku yang keras.
Air liur Ella telah membasahi penisku. Tiap kali ia menghisap ujung penisku, aku dirasuk rasa nikmat amat sangat.

Si kecil mendekati ibunya. Sekali ini Ella berhenti dan mengusap-urap rambutnya si kecil.
Kesempatan ini tak kusia-siakan,kuremas-remas sepasang payudaranya yang besar dan indah itu dari arah belakang. Setelah itu, kujilati pinggulnya yang masih dibungkus celana dalam mini berwarna putih berenda itu.
Si kecil duduk di lantai masih tetap memandangi aksi-aksi kami. Mungkin ia bingung melihat perbuatan kami.
Dalam posisi menungging, pantat Ella kujilati dan kuremas dengan gemas. PAntat yang besar, bulat dan menggoda.

Ella masih menungging dan meminta aku untuk memulai permainan.
Ujung penisku kuarahkan tepat ke vaginanya yang tersempil di belahan pahanya. Dari posisi ini, aku harus membuatnya nyaman.Kudorong pelan dan itu cukup membuat Ella menggeliat mesra.Pelan-pelan irama kutingkatkan hingga ranjang kami berguncang.Bahkan sepasang buah dada Ella terayun-ayun dengan lembut.PAntat Ella mengeluarkan bunyi-bunyian khas akibat beradunya tubuh kami.

Luar biasa Ella, ia sangat menikmati permainan ini. Ia kemudian tidur dalam posisi miring. Ini salah satu gaya favoritku juga. Sepertinya ia memamerkan bentuk pinggulnya yang luar biasa indah itu ke hadapanku.
Lewat pantulan cermin besar di tepi ranjang kamu saling tersenyum. Ella meraih batang penisku dan memasukkan ke dalam vagina miliknya. Kugoyang dengan lembut.Sementara sepasang payudaranya kuraih dengan satu tangan dan kuremas-remas gemas.
ohhh.Ella merintih nikmat.

Aku terus memompa vaginanya dengan sekeras-kerasnya.Rintihan Ella semakin keras dan liar. Tak terhitung berapa kali ia mengalami orgasme.Sampai akhirnya, ia meminta aku untuk mengeluarkan sperma ke dalam mulutnya.
Semburan cairan kental bening membasahi bibirnya yang mungil.
Kamu hebat banget sayang,katanya sambil menelan sisa-sisa sperma di dalam mulutnya.
Tapi permainan itu belum usai, karena Ella masih tetap meminta aku untuk membahagiakannya.
Puaskan aku sayangaku belum pernah sebahagia ini,katanya.

Sifat lembut Ella memang menaikkan ketegangan penisku. Ia juga tak bosan-bosan menyuguhkan puting-putingnya ke arahku. Aku mengulumnya dengan lembut, seperti bayi disusui ibunya. Ella memang berperan seperti itu. Perbedaan usia kami 7 tahun, membuat ia lebih bersabar menghadapiku.

Tak bosan-bosan aku mempermainkan sepasang buah dada milik Ella yang kenyal tersebut.
Kemudian kami bercinta lagi. Sekali itu Ella di posisi bawah. Setengah jam lamanya, aku dan dia larut dalam irama cinta yang dahsyat. Ella menggeliat, meronta atau merintih. Menahan setiap tusukan batang penisku yang menembus liang vaginanya yang mulai basah.
Demikian pembaca, kisahku dengan Ella. Buat Ella sayang, aku tetap akan siap untuk membahagiakan kamu.

=== TAMAT ===

Tuesday, January 4, 2000

Cerita Seru Rejeki Nomplok

Terus terang aku naksir sama Dwi yang ramah ini. Walaupun tubuh tante Juliet lebih matang dan menggiurkan, aku tak mencoba untuk naksir, sebab selain aku menaruh hormat sama dia, juga seleraku hanya kepada wanita yang lebih muda saja. Jadi, Dwi-lah sasaranku. Kaki Dwi sungguh indah. Panjang, mulus dan dihiasi bulu-bulu halus, apalagi pahanya. Aku sangat menikmati kalau ngobrol dengannya di ruang tengah atau di ruang tamu. Dwi kalau di rumah senang mengenakan T-shirt ketat dan celana pendek. Ngobrol sambil sesekali mencuri pandang ke paha mulus berbulu halusnya. Aku nggak tahu apakah Dwi udah punya pacar atau belum, kawannya banyak. Kenal makin dekat sama Dwi membuatku semakin bernafsu untuk menggeluti tubuh idealnya. Faktor lain yang membuatku bernafsu adalah aku yakin Dwi masih perawan.

Terus terang aku bukannya belum pernah berhubungan seks. Walaupun masih kuliah, aku pernah berhubungan seks dengan X orang, tapi baru sekali merasakan perawan. Yang pertama, keperjakaanku kuserahkan kepada mahasiswi perguruan tinggi swasta yang sudah tak perawan lagi. Namanya Niken makanya aku sering dipanggil "SonKen (Sony Niken)". Beberapa kali aku menikmati seks sama dia sampai dia dropp-out dan akhirnya "jualan" diri. Hubunganku putus. Yang kedua, ini yang menarik, dengan sahabatku, teman kuliah seangkatan (2 th lebih muda dariku). Kami sebenarnya hanya teman akrab saja, sering belajar bersama, bahkan tidur bersama (tidur beneran lho!), dia sering menginap di kamarku kalau kami mengerjakan tugas sampai larut malam. Juga aku sering menginap di kamarnya, tapi tak terjadi "apa-apa", orang cuman sahabat erat. Setelah 2 tahun amat dekat, terjadilah.. Aku benar-benar terharu dia dengan ikhlas menyerahkan segalanya kepadaku dan tak menyesalinya. Hubungan seks dengan perawan dan disusul hubungan2 berikutnya memang luar biasa nikmatnya!

Kembali ke Dwi. Aku begitu bernafsu ingin menyetubuhi Dwi karena sudah pernah mengalami nikmatnya perawan. Hanya, kesempatannya yang belum kudapatkan, sampai pada suatu saat ..
Pagi-pagi sekitar jam 6 lewat. Aku mencari-cari buku lama yang kutaruh di gudang. Letak buku-bukuku rupanya ada yang memindahkan. Aku harus memindahkan peti milik temenku untuk mencapai barangku dalam gudang yang sempit dan tak berlampu itu. Dengan susah payah kugeser peti yang lumayan berat itu, dan dari bawah peti, seberkas kecil sinar yang sumbernya dari lantai bawah menarik perhatianku. Kuintip ke bawah, tak begitu jelas. Nakalnya, aku mulai mengorek dempul di antara 2 papan lantai gudang itu agar pandangan ke bawah lebih jelas, itu kamar mandi!

Kamar mandi siapa? Aku coba me-reka. Kamarku tepat di atas dapur, terus gudang ini di sebelah agak ke depan dari kamarku. Jelas, ini kamar mandi keluarga Dwi dan keluarganya! Untung aja bukan kamar mandi anak kost di bawah yang dua2nya batangan. Berarti, aku punya peluang buat mengintip Dwi lagi mandi! Kuintip ke bawah lagi, persis di atas bak air. Lagi enggak ada orang. Kukorek lagi dempul itu agar mendapatkan posisi "strategis", bisa mengamati ruang buat mandi. Berikutnya, kuatur barang2 di gudang supaya aku dapat ruang yang nyaman buat mengintip. Membayangkan Dwi yang lagi mandi disitu dan akan tampak jelas tubuhnya dari depan atas, penisku ngaceng. Tapi lubang itu tampak nyata sehingga orang yang masuk gudang akan tahu ada lubang di situ, sebab berkas sinar dari bawah makin jelas. Ada akal, tindih aja pakai peti, sewaktu diperlukan tinggal menggeser petinya. Tapi kenapa musti pakai peti? Akhirnya lubang itu aku tutup aja pakai kardus yang berisi barang2 ringan supaya mudah menggesernya. Beres. Kalau pintu gudang itu selalu tertutup, mudah2an lubang buatanku itu tak tampak dari bawah. Beberapa menit aku nongkrong di gudang berharap Dwi akan mandi, penantian yang sia-sia. Sekarang hampir
setengah tujuh, jelas aja Dwi udah berangkat sekolah.

Kubersihkan bekas korekan dempul lalu tutup lubang itu dengan kardus, aku keluar. Baru beberapa menit aku membaca buku di kamar, kudengar pelan suara guyuran air di bawah sana. Nah! Bergegas aku ke gudang, tapi ragu-ragu. jelas bukan Dwi yang mandi, mungkin Tante Juliet. Ah engga enak lah. Ada rasa segan mengintip
tubuh wanita molig yang kuhormati itu. Kuurungkan niatku, aku balik ke kamar. Suara guyuran air itu membuatku membayangkan Dwi yang mandi dan "adik"ku berdiri lagi. Pikiran kotorku segera muncul, Dwi dan Ibunya kan sama2 "gitar", sama2 mulus dan indah, bahkan ibunya punya buah dada yang lebih besar, kenapa nggak dicoba? Kan cuma mengintip aja. Singkirkan dulu rasa hormat itu. Okey, aku ke gudang lagi, menyingkirkan kardus dan mengintip. Sialan! Pak Fadli rupanya. Sekejap kemudian aku balik ke kamar lagi. Tapi aku mendapatkan kenyataan bahwa posisi mengintipku memang benar2 strategis.

Besok pagi aku harus bangun lebih pagi. Suatu tugas yang berat sebab aku biasa bangun siang. Tapi demi tubuh Dwi yang mulus menggairahkan. Esok harinya aku dibangunkan waker tepat jam 6. Sejenak aku mikir, kenapa aku setel waker pagi2 benar? Suara guyuran air itu yang mengingatkanku. Cepat2 aku ke gudang, menyingkirkan kardus, menutup pintu gudang, dan mengintip. Sialan lagi!Memang benar Dwi yang lagi mandi, tapi sudah selesai. Aku hanya sempat menikmati bahu dan punggung mulusnya dan sedikit belahan di dada. Tubuh mulusnya sudah tertutup handuk dan siap mau keluar. Besok harus lebih pagi!Hari berikutnya, mungkin karena takut telat bangun, jam 4 pagi aku sudah melek. Dan jam 5 tepat aku sudah ambil posisi di gudang yang tertutup, menunggu. Kira2 setengah jam aku menunggu, pertunjukan dimulai..

Lampu kamar mandi menyala, berkas sinar masuk, aku bersiap. Benar Dwi dengan Tshirt dan celana pendek masuk. Aku berdebar. Dibuka kaosnya melalui kepala sehingga tampaklah BH warna merah. Belahan susunya makin jelas ketika dia menunduk melepas celana pendeknya. Dan makin jelas lagi ketika BHnya dia lepas juga. Wow .. susunya! Ukurannya sedang2 aja, tapi benar2 membulat. Ujung buah dadanya bulatan coklat yang amat kecil dan putingnya begitu kecil hampir tak tampak. Khas buah dada seorang ABG. Wow keren.. CD warna merah muda dilepas juga. Jembutnya hanya sedikit diujung selangkangannya. Tadinya aku mengharapkan lebatnya jembut, sebab kaki dan lengan Dwi berbulu. tapi justru aku bisa menikmati gundukan kewanitaan Dwi yang mulus. Penisku tegang. Kupelorotkan kolor celana pendekku dan mulai mengelus-elus batangnya. Di rumah aku memang biasa memakai oblong dan celana kolor pendek tanpa CD.

Aku mulai mengocok waktu Dwi menyabuni tubuh mulusnya. Kocokan tambah cepat ketika dia dengan agak lama menyabuni sepasang buah dadanya, sambil meremas-remas seolah memang sengaja merangsangku. Sampai akhirnya aku tak bisa menahan lagi untuk menyemprotkan air maniku ketika Dwi mengucel-ucel susunya dengan handuk.. Sejak itu, mengintip Dwi mandi menjadi "tugas wajib"ku yang rutin. Kadang sampai muncrat, seringnya hanya "menggantung". Kalau tak bisa "nyampai" begini, aku meneruskan kocokanku di kamar sambil berkhayal menyetubuhi Dwi. Tak enak memang kalau hanya "menggantung" saja. Begitulah kerjaanku hampir setiap hari, sampai pada suatu pagi seseorang memergoki tingkah rutinku ..
Rutinitas membuat jenuh.

Pagi itu sehabis ngintip Dwi aku tak berhasil orgasme. Maklum, pemandangan yang sama dan rutin, mengurangi efek rangsangan. Aku benar2 ingin meningkat dengan menyetubuhi Dwi, tapi kayanya tak mungkin.. Gagal mencapai puncak, kusimpan kembali penisku lalu duduk di kasur.
"Dik Son.." Seseorang memanggilku, kaya'nya suara tante Juliet.
"Ya tante"
"Tante ingin bicara, boleh masuk?"
Bergegas aku berbenah diri, untung penisku udah cukup surut sehingga tak menonjol di kolor tanpa CDku. Aku membuka pintu, di depanku berdiri tante Juliet dengan dasternya seperti biasa. Wajahnya kelihatan lebih segar, jadi makin tampak putih. Daster yang biasa dipakai itu memang agak ketat, cukup menonjolkan lekukan tubuhnya.
"Silakan masuk tante" kataku hormat.
"Tumben, pagi-pagi, ada apa tante" lanjutku.
Tante Juliet masuk, menutup kembali pintu kamarku, dan duduk di kursi belajarku, satu2nya kursi yang tersedia. Aku kembali duduk di kasurku menyender ke dinding. Tante Juliet duduk menghadapku menyilangkan kakinya. Karena posisiku lebih rendah, aku "terpaksa" mengamati sepasang kaki indah tante Juliet. Ternyata lebih indah dari punya Dwi. Aku sama sekali tak pernah mengamati tante Juliet, karena memang minatku pada anaknya. Baru kali ini aku menikmati kaki indahnya.

"Gini Son.." tak berlanjut. diam agak lama.
"Kenapa tante..?"
"Tante mau bicara langsung saja ya .." katanya.
Tiba-tiba aku berdebar. Ada apa nih, mungkinkan dia menyuruhku pindah sebab aku dengar ada keponakannya yang baru masuk Unibraw jurusan bahasa Inggris dan sedang cari tempat kost? Semoga jangan deh, aku udah amat betah di sini, lagian aku bisa kehilangan Dwi..
"Tante tahu apa yang Dik Sony kerjakan tiap pagi.." suaranya pelan, halus, tapi bagi telingaku bagai petir di cuaca buruk, menggelegar. Memang sudah hukum alam, barang busuk toh akhirnya tercium juga. Aku tak menjawab, hanya tertunduk malu, amat malu. Bayangkan, orang yang aku hormati ini tahu setiap pagi aku mengintip anak gadisnya mandi ..
"Kenapa Dik Sony lakukan hal itu..?"
"Hmm.. eh .." gugup banget, keringat dingin.
"Kenapa Son..?"
"Maafkan saya tante.." hanya itu.
Dia diam menunggu kalimatku berikutnya.
"Dwi kan Sony anggap adik sendiri" lanjutnya lagi setelah aku membisu.
"Benar tante, mohon tante maklum"
"Maklum apa Son"
"Umur saya sudah cukup untuk menikah, tapi sekolah belum selesai, jadi saya suka me ..itu"
"Masturbasi maksud Dik Sony?" langsung aja tante ini.
"Benar tante, saya hanya membutuhkan rangsangan untuk melakukan itu" lancar aja jawabku sekarang.
"Okey, tante bisa memaklumi, cuman tante khawatir kalau Sony keterusan trus berbuat ke Dwi"
"Enggak dong tante.."sahutku cepat.
"Okey, Sony janji ya?" katanya sambil bangkit dan ikut duduk di kasur di sebelahku.
"Dwi itu masih kecil dan belum pernah kenal lelaki" katanya lagi.
Benar juga dugaanku, Dwi masih perawan.
"Saya janji tante"
"Jangan teruskan ya, Son?"
"Baik tante. Tapi tante nggak bilang bapak kan?"
"Tergantung.."
"Tergantung apa tante..?" tanyaku sambil mulai berani memandang wajahnya, ingin tahu. Aduhh.. daster tante berkancing di tengah-tengah dadanya. Diantara dua kancing itu ada tepi kain yang menganga menampakkan sedikit bulatan daging putih, tepi buah dada tante.

Dasar kurang ajar, udah dimarahin masih sempat juga mencuri pandang ke dada montok tante..
"Ada syaratnya Son" katanya sambil meluruskan kaki dan menumpangkan kaki kanannya di atas kaki kiri. Tepi dasternya sedikit tersingkap menampakkan sedikit paha yang putih dan mulus itu..
"Apa tante?" mendadak penisku mulai menggeliat. Celaka nih, aku tak pakai CD.
"Satu, kamu tak boleh mengulangi lagi"
"Sony kan udah janji tante"
"Dua, jangan sekali-kali mengganggu Dwi"
"Sony udah janji juga khan tante"
"Tiga .." Diam.
Lagi2 aku memandangnya menunggu. Tante masih membisu, menatap tajam mataku. Aku "ngeri", mataku sedikit ke bawah menghindari tatapannya, justru menemukan pemandangan lain. Dada besar tante Juliet bergerak naik-turun seirama alunan nafasnya yang ternyata mulai memburu! Ada apa nih?
"Yang ketiga apa tante?" tanyaku
Tante Juliet masih diam, masih tajam menatapku, nafasnya tambah ngos-ngosan. Aku makin bingung!

Tiba2 tante Juliet melepas kancing dasternya yang paling atas, perlahan tapi pasti lalu kancing kedua, dan stop. Belahan dada putih itu terhidang di depanku. Belahan "dalam" yang menunjukkan bulatnya buah kembar disamping kiri dan kanannya. Penisku makin tegang! Masih menatap tajam, diraihnya tanganku dan dituntunnya ke belahan itu. Aku langsung merasakan lembutnya dada tante. Tante Juliet menginginkanku? Tapi aku kurang yakin, tanganku masih pasif menempel di dadanya.
"Yang ketiga.. Sony harus memuaskan tante.." barulah aku yakin. Tanganku langsung bergerak menyusup dan meremas. Baru aku menyadari ternyata Tante Juliet tak memakai BH. Kenapa tak kulihat dari tadi? Memang nggak ada niat sih. Sekarang sih berminat, kontolku udah ngaceng..
"Ooohh.. terus Son.." reaksinya ketika aku makin semangat meremasi dadanya. Benar2 dada
istimewa, besar, lembut halus, putingnya sudah mengeras, tapi tentu saja tidak sekenyal dada sahabat sekuliahku yang kuperawani. Tante merebahkan tubuhnya ke kasur terlentang. Aku langsung menindih tubuhnya. Empuk.. Kedua tangannya meraih kepalaku dan kami lalu berciuman, ciuman panas, lidah bibi begitu "ganas" mengerjai mulutku.

Tangannya ke bawah memelorotkan kolorku dan langsung menggenggam penisku. Dilepaskan ciumannya dan matanya melirik ke bawah.
"Punya Sony keras dan ohh.." desahnya. Kusingkirkan tepi2 kain dasternya sehingga buah dadanya secara utuh terbuka, lalu kuserbu dengan mulutku. Dengan gemas bukit kembar itu aku ucel-ucel. tante mengerang menikmati ucelanku. Tapi melarangku untuk menggigiti buahnya.
"Jangan Son. Entar berbekas Son.." desahnya. Benar juga. Tanganku juga kebawah menyingkap dasternya dan menelusup CDnya. Basah kuyup.. lalu kupermainkan itilnya dengan ujung telunjuk.

"Oooghh.. Sonn.." desahnya lagi.
Tak hanya itilnya, jariku terus ke bawah, menusuk.
"Oow!, pelan-pelan dong Son.."
Cepat2 kutarik jariku, lalu menusuk lagi, perlahan.
"Aahh.. teruss.. Son.. lebih dalam.. ohh.. sedapp.."
Liang vaginanya makin membasah. Tiba2 tante Juliet menolak tubuhku, jariku terlepas. Tante langsung melepas kolorku, penisku mencuat.
"Ayo Son.. masukin ya.. tante udah nggak tahan nih.." pintanya.
Kulepas dasternya dan kupelorotkan CD, jembutnya tebal, itilnya menonjol gede.. Tapi lubangnya kok engga kelihatan? Tubuh telanjang tante Juliet tergolek dengan kaki terbuka lebar. Masa sih.. liang memeknya begitu sempit? Kubuang oblongku. Kutempatkan kedua lututku di antara pahanya yang mengangkang, kutempelkan penisku di bawah *****-nya.
"Pelan-pelan.. ya.. Son.. tante udah lama engga ngerasain beginian.."
"Iya tante"
Udah lama nggak pernah? Aku mulai menusuk.
"Ohh.." busyet, mentok. Tekan lagi dengan menambah tenaga. Uuhh, sempitnya. Rasanya aku tak percaya. Wanita matang berusia sekitar 35 tahun ini kok punya liang vagina yang sempit banget.

Sambil menggoyang pinggul, aku menambah tenaga tusukanku lagi. Nah, masuk deh.
"Aaahh.. terus Son.. ohh.." desahnya sambil menggoyang badannya maju-mundur-kanan-kiri.
Tusuk lagi sampai penisku tertelan habis. Terasa banget jepitan dinding vaginanya dan di ujung sana terasa ada "tembok" yang mengelusi kepala penisku. Aku mulai memompa. Pompaanku dibalas. pinggulnya bergerak-gerak "aneh" tapi efeknya luar biasa. Penisku serasa dilumati dari pangkal sampai kepalanya. Lalu masih ditambah dengan variasi. Ketika pinggulnya berhenti dari gerakan aneh itu, tiba-tiba aku merasakan jepitan teratur di dalam sana, sekitar 4-5 kali denyut menjepit, baru bergoyang aneh lagi. Wah, tak kusangka, sedap juga wanita dewasa ini. Menyesal aku karena selama ini tak memperhatikannya. Wanita dengan wajah yang biasa2 saja, tubuh molig, punya ketrampilan berhubungan kelamin yang istimewa.. Gerakan anehnya makin bervariasi. Terkadang aku malah meminta tante Juliet berhenti bergoyang buat menarik nafas panjang. Lumatan dinding2 vaginanya pada penisku membuatku geli2 dan serasa mau 'nyampe'.

Aku tak ingin cepat2 sampai, masih ingin menikmati "elusan" vagina. Tapi tante Juliet makin galak, gerakannya makin liar ..
Hingga aku menyerah, tak mampu menahan lebih lama lagi. Justru aku makin cepat bergerak mengimbangi goyangan pinggulnya. Aku sedang menuju klimaks, mendaki puncak, saat2 yang paling nikmat.. Dan akhirnya.. pada tusukan yang terdalam, kusemprotkan maniku kuat2, aku mengejang, melayang.., menggetar.. Pada detik-detik aku melayang tadi, tiba-tiba kakinya yang tadi mengangkang, diangkat dan menjepit pinggulku kuat2. Amat kuat. Lalu tubuhnya mengejang beberapa detik mengendor dan trus mengejang lagi..

"Aaahh.." tante Juliet benar2 teriak.
Aku khawatir teriakannya terdengar sampai lantai bawah, makanya kututup mulutnya dengan mulutku. Beberapa detik dia histeris. lalu jepitan kakinya terasa mengendor.
Kakinya jatuh ke samping. Tangannya juga. Dia rebah dan lemas ..
"Terima kasih Son.." bibirku diciumi.
"Saya juga tante.." kataku jujur.
"Sony hebat lho.. Son..?" katanya lagi.
"Kenapa tante?"
"Udah lama tante puasa lho.."
"Ah masa sih.."
"Benar Son"
"Emangnya bapak.."
"Dia impoten Son, udah lama nggak beginian Son.." sambil memelukku.
"Tante jangan bilang ke bapak ya"
"Iyaa dong Son, gila apa"
"Maksud saya, tentang mengintip itu.."
"Jangan khawatir Son, asal Sony.."
"Syarat yang ketiga? syarat yang nikmat begini sih okey aja tante" potongku.
Tante Juliet langsung menciumi mukaku.
Dari pengalamanku bersetubuh dengan tante Juliet, aku mendapatkan pelajaran baru yang bisa mengubah persepsiku tentang wanita:"Umur belasan atau tigapuluhan ternyata sama nikmatnya, tergantung ketrampilannya dalam bermain".

=== TAMAT ===